Reog merupakan kata yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Mendengar kata Reog, orang langsung teringat pada kesenian rakyat dari Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia. Sebuah kesenian Barongan yang berasal dari kulit kepala macan/singa dan bulu burung merak.Kesenian ini ditarikan oleh penari yang membawa Barongan dan menari sambil meliak-liukkan Barongan yang dibawa dengan menggigitnya. Semua kagum atas kekuatan gigi dan kelenturan penarinya.
Namun bagi masyarakat Trenggalek, Kabupaten di sebelah timur Kabupaten Ponorogo dan sebelah barat Kabupaten Tulungagung khususnya orang-orang tua, Reog adalah merupakan sebuah kesenian Tari Gendang yang dimainkan oleh 6 orang atau lebih dan diiringi gamelan. Ke-enam penari orang yang membawa gendang menari-nari sambil menabuh gendang yang dibawa masing-masing penari. Reog ini berasal dari Kabupaten Tulungagung. Dan Reog Ponorogo yang dikenal orang selama ini oleh masyarakat Trenggalek dinamakan Dadak Merak.
Arti Reog
Tidak ada dalam Kamus Sansekerta atau Jawa Kuno/Kawi yang bisa menjelaskan arti kata Reog. Pun dalam Prasati atau Lontar-Lontar Kuno tak ada yang menyebut Kata Reog. Kata Reog itu juga merupakan kata yang asing bagi masyarakat sekarang. Kata Reog bagi masyarakat Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung dan sekitarnya mungkin sudah lama didengar bahkan sebelum Indonesia lahir dan mungkin hanya di daerah 3 Kabupaten tersebut dan sekitarnya yang pertama mendengar dan mengucapkannya. Trenggalek adalah Kabupaten yang dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Ponorogo dan Tulungagung(Ngrowo). Jadi kiranya akan lebih obyektif orang Trenggalek untuk mengartikan atau menilai kata Reog yang ada di Ponorogo dan Tulungagung yang akan penulis bahas ini, daripada orang di daerah kedua Kabupaten tersebut. Kesenian Reog di Indonesia hanya ada di kedua Kabupaten tersebut namun berbeda bentuk dan model tariannya. Berangkat dari dua kesenian Reog yang berbeda tersebut penulis berpendapat , Reog adalah kesenian rakyat yang berbentuk tarian dan diiringi gamelan Jawa kemudian ditarikan beramai-ramai oleh orang biasa atau prajurit kerajaan. Fungsi awal dari kesenian ini sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap penguasa dan juga hiburan bagi rakyat. Berbeda dengan kesenian Kuda Lumping atau Jaranan/Jaran Kepang(orang Jawa Timur) yang pada awalnya berfungsi sebagai Ritual untuk Minta Hujan, Keselamatan, Pengobatan dan sebagainya.
Asal-Usul dan Sejarah Reog
Sampai sekarang penulis belum menemukan catatan sejarah sejak kapan Kata Reog digunakan. Kata Reog ada seiring dengan kesenian tersebut ada. Seperti tulisan di atas, Kata Reog tidak ada dalam Kamus Sansekerta atau Jawa Kuno/Kawi. Juga dalam Prasasti atau Lontar-Lontar Kuno peninggalan masa lalu. Kata Reog ada seiring perkembangan masyarakat khususnya masyarakat Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung dan sekitarnya. Tak ada yang tahu siapa pencipta pertama kali Kata Reog. Dia ada dengan sendirinya dan akan hilang jika sudah masanya.
Namun apa salahnya kita berpendapat dan benar atau salah hanya waktu yang bisa menjawabnya. Siapa tahu pengetahuan ini berguna bagi siapapun yang membutuhkannya. Sebelum sampai pada kesimpulan Asal Usul Dan Sejarah Reog, terlebih dahulu kita harus tahu cerita atau sejarah dari kedua Reog yang penulis bahas. Hal ini berguna sebagai bahan perbandingan.
1.Sejarah Reog Ponorogo
Banyak versi tentang Sejarah Reog Ponorogo namun penulis hanya mengambil versi yang mendekati kesamaan dengan Reog Tulungagung dari sudut sejarah atau historisnya. Dan yang penulis ambil adalah versi Majapahit karena versi inilah yang mendekati kesamaan.
Akibat dari Kekacauan di Pusat Pemerintahan Majapahit dan ketidakpuasan Para Punggawa Kerajaan, salah satu Punggawa menyingkir dari Pusat Kerajaan. Hal ini dikarenakan Raja Brawijaya lebih memperhatikan istri China-nya(Putri Cempa) dan mengabaikan pendapat dari Penasehat atau Punggawa Kerajaan. Punggawa ini menyingkir ke wilayah pinggir dari Kerajaan Wengker (Ponorogo). Wengker adalah Kerajaan Bawahan Majapahit dan tidak Logis jika Punggawa ini menyingkir ke Pusat Pemerintahan Wengker (Ponorogo sekarang). Dari bentuk Candi Brongkah yang ditemukan di Brongkah sebelah barat kecamatan Durenan Kabupaten Trenggalek, menurut penulis Candi Brongkah adalah Batas Wilayah Kerajaan Wengker dan Kediri. Jika pendapat penulis ini benar, artinya Wilayah Pinggir dari Kerajaan Wengker meliputi 12 Kecamatan di Wilayah Kabupaten Trenggalek karena dari situs yang ditemukan di Ponorogo, Pusat Kerajan Wengker ada di Wilayah Kabupaten Ponorogo sekarang. Dan wilayah yang sejak dahulu menjadi tempat pelarian Para Punggawa Kerajaan, Raja, Perampok dan tempat Pertapaan adalah Wilayah Kecamatan Kampak Trenggalek. Kenapa Kampak, karena wilayah ini terlindung oleh gugusan bukit-bukit kecil yang mengelilinginya sehingga aman untuk tempat perlindungan. Punggawa ini tidak puas dengan Raja dan ingin memberontak. Namun apa daya, kekuatan prajurit Majapahit jauh melebihi kekuatan pengikut Punggawa ini. Akhirnya muncul ide menciptakan kesenian untuk mengkritisi Raja Brawijaya. Sesuai Karakter Orang Jawa, mengkritik tidak mau secara langsung pada sasaran karena jika salah perhitungan akan mati konyol maka digambarkan dengan lambang atau gambaran. Muncullah penggambaran Kepala Singa/Macan dan diatasnya Burung Merak adalah Raja Brawijaya yang ditunggangi atau dikendalikan istri China-nya Putri Cempa. Para laki-laki yang berhias seperti perempuan dengan kuda lumping adalah penggambaran Prajurit Majapahit yang telah Loyo dan jatuh mentalnya seperti Prajurit Perempuan menunggang kuda dan menari-nari mengikuti titah Raja yang tak lagi berwibawa. Bujang Ganong adalah penggambaran dari Pujangga sendiri yang selalu menggoda Raja atau Barongan Merak dan menari-nari dengan lincahnya. Dari sinilah kesenian Reog Ponorogo muncul dan menyebar ke seluruh Kerajaan Wengker menjadi kesenian rakyat dan terus berkembang sampai sekarang. Sedang budaya Warog sendiri menurut penulis adalah Pendeta-pendeta Suci atau orang-orang Sufi dalam Islam yang mengawal Si Punggawa. Para Pendeta atau Warog ini tidak menikah dan jika menginginkan perempuan, maka dia mencari laki-laki muda yang didandani wanita untuk dijadikan kesenangan/Gemblak agar terhindar dari perbuatan zina. Para Gemblak ini dipelihara layaknya istri dan dimanja sampai Si Warog sudah tak membutuhkan lagi.
Dari sini penulis berkesimpulan secara Subyektif mungkin, karena tidak ada data ilmiah yang bisa jadikan pedoman, bahwa Reog Ponorogo pertama kali muncul dan dikembangkan dari wilayah Kampak Kabupaten Trenggalek kemudian menyebar ke seluruh Ponorogo. Ini jadi logis karena dari data sejarah, pada Jaman Kerajaan Surakarta dan Ngayogyakarta sampai Jaman Belanda wilayah Kawedanan Kampak, Trenggalek dan Karangan masuk dalam wilayah Kadipaten/Kabupaten Ponorogo kemudian memisahkan diri dan menjadi Kabupaten tersendiri ditambah wilayah dari Pacitan dan Tulungagung.
2.Sejarah Reog Tulungagung
Reog Tulungagung merupakan produk kesenian asli dari prajurit-prajurit Majapahit karena dari busana yang dikenakan sampai sekarang adalah ciri-ciri Majapahit. Ada Supit Urang, Merah Putih, dan itu adalah lambang-lambang Kerajaan Majapahit. Wilayah Tulungagung atau dahulu Jaman Majapahit dikenal dengan nama Boyolangu merupakan tempat pendadaran atau latihan prajurit-prajurit Majapahit. Tulungagung adalah tempat tinggal dan terbunuhnya Pangeran Kalang Putra Raja Brawijaya dari Selir atau Jaman dahulu disebut Lembu Peteng. Singkat cerita setelah para prajurit latihan perang dan untuk mengurangi kepenatan maka diciptakanlah sebuah kesenian Reog yang dimainkan oleh para prajurit dan diiringi gamelan. Berbeda dengan Reog Ponorogto, Reog Tulungagung memainkan Gendang yang berbeda-beda ukurannya dan ditabuh/dipukul berirama oleh 6 orang atau lebih dengan menari-nari. Semakin kencang pukulan Gendang maka permainan semakin ramai. Tujuan awal dari kesenian ini adalah murni hiburan bagi prajurit Majapahit yang kelelahan dari latihan atau sehabis berperang. Dari ini akhirnya berkembang menjadi kesenian rakyat dan menyebar ke seluruh wilayah Tulungagung dan sekitarnya.
Sejarah kedua Reog tersebut kiranya bisa memberi gambaran kepada kita, sejak kapan kata Reog muncul dan berkembang. Menurut penulis kata-kata Reog ada dan muncul sejak jaman Majapahit. Entah apakah sudah ada sejak Pra Majapahit atau sejak berdirinya Kerajaan Majapahit yang jelas kata-kata Reog sudah ada sebelum kata-kata Indonesia ada. Reog hadir dari rakyat dan tetap akan hadir bersama rakyat sebagai sebuah budaya perlawanan dan hiburan yang lahir dari hati nurani rakyat Jawa. Seperti pepatah, Jangankan Manusia,Cacing-pun akan menggeliat Jika Diinjak....Reog adalah Budaya yang lahir dari kondisi sosial pada jamannya..
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua dan ada kurang lebihnya sebagai manusia yang bodoh, penulis minta maaf dan masukannya...
Ide ini lahir dari Hati dan apakah tulisan ini Subyektif atau Obyektif penulis serahkan kepada semua karena Tak Ada Kebenaran Yang Hakiki. Kita generasi muda masa kini hanya mencoba mencari tahu hal-hal yang masih tersembunyi dan samar...Benar dan Salah hanya Tuhan Yang Maha Tahu.....Wassalam....
Rabu, 24 November 2010
Asal Usul Dan Sejarah Reog
Selasa, 23 November 2010
Cara Blog Mendapatkan Kunjungan Rutin Tiap Hari Secara Otomatis
Semakin hari dunia blog kini makin ramai, dan berlomba-lomba untuk memperoleh traffik kunjungan yang tanpa batas. Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan rangking alexa sehingga informasi sekecil apapun dijadikan postingan guna menutupi segala kekurangan yang ada.Selain update blog secara terus menerus, memberikan komentar dan mengisi buku tamu blog lain adalah salah satu cara guna mendapatkan kunjungan. Namun jika Anda salah satu blogger yang tidak mempunyai banyak waktu didepan komputer tentu hal itu akan sulit dicapai. Lalu bagaimana menutupi kekurangan itu agar mendapatkan kunjungan rutin setiap hari? Ada cara ampuh yaitu Cara Blog Mendapatkan Kunjungan Rutin Tiap Hari Secara Otomatis. Cara ini banyak dilakukan oleh blogger yang jarang mempunyai mata keyword yang runcing sebagai judul postingan, sehingga jarang pula postingannya masuk dalam sepuluh besar Search Engine. Dan kecil kemungkinan di klik oleh para pemburu informasi yang nantinya akan menjadikan sebuah traffik yang Anda butuhkan.
Bagaimana caranya agar kita tetap mendapatkan kunjungan? Salah satunya adalah daftarkan blog Anda ke Autosurfing. Ada banyak situs yang menyediakan layanan kerjasama ini dan silahkan cari di google dengan keyword "autosurf". Prinsip kerja situs ini pada garis besarnya adalah sebagai berikut:
Bagaimana caranya agar kita tetap mendapatkan kunjungan? Salah satunya adalah daftarkan blog Anda ke Autosurfing. Ada banyak situs yang menyediakan layanan kerjasama ini dan silahkan cari di google dengan keyword "autosurf". Prinsip kerja situs ini pada garis besarnya adalah sebagai berikut:
Setelah mendaftar dan blog diterima, maka Anda harus melakukan hits atau semacam surfing ke berbagai situs atau blog yang sama-sama mendaftar dalam program ini. Lamanya waktu dalam proses surfing tergantung dari situs penyedia, ada yang 5 detik per hits. 10 detik bahkan sampai 30 detik. Banyaknya kunjungan yang akan Anda dapatkan juga tergantung pada peraturan situs tersebut, ada yang menerapkan 1:1 atau setiap 1 kali hits maka Anda akan mendapatkan 1 kunjungan dan 2:1 atau dua kali hits satu kunjungan.
Silahkan Anda hitung sendiri kalau misalnya mendaftar program seperti ini di 5 situs berbeda, dan setiap hari Anda surfing dan mengumpulkan hits seanyak 100 kali/situs, berapa kunjungan yang akan Anda peroleh tanpa posting rutin, tulis buku tamu blog lain dll. Dan berikut beberapa situs yang menyediakan layanan itu :
-Autosurfpro.com
-ExtremeAutoSurf.com
-Autosurf.net
dan masih banyak lagi silahkan Anda cari di google disini.
Untuk memastikan Anda memperoleh feedback atau imbalan berupa kunjungan dari situs layanan tersebut, tidak ada salahnya melengkapi blog dengan widget Feedjit guna mendeteksi kunjungan yang Anda peroleh.
Tips :
Ketika Anda melakukan surfing, bagi khususnya bagi pengguna Mozilla(karena saya terbiasa pakai mozilla) silahkan nonaktifkan fitur Load Images Automatically yang berada pada menu option-content, gunanya agar selama proses surfing browser tidak kelebihan beban...
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua khususnya kawan-kawan blogger....
Sabtu, 20 November 2010
Sejarah Hidup Kahlil Gibran (1883-1931)
Kahlil Gibran lahir pada tanggal 6 Januari 1883 di Beshari, Lebanon. Beshari sendiri merupakan daerah yang kerap disinggahi badai, gempa serta petir. Tak heran bila sejak kecil, mata Gibran sudah terbiasa menangkap fenomena-fenomena alam tersebut. Inilah yang nantinya banyak mempengaruhi tulisan-tulisannya tentang alam.
Pada usia 10 tahun, bersama ibu dan kedua adik perempuannya, Gibran pindah ke Boston, Amerika Serikat. Tak heran bila kemudian Gibran kecil mengalami kejutan budaya, seperti yang banyak dialami oleh para imigran lain yang berhamburan datang ke Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. Keceriaan Gibran di bangku sekolah umum di Boston, diisi dengan masa akulturasinya maka bahasa dan gayanya dibentuk oleh corak kehidupan Amerika. Namun, proses Amerikanisasi Gibran hanya berlangsung selama tiga tahun karena setelah itu dia kembali ke Bairut, di mana dia belajar di Madrasah Al-Hikmat (School of Wisdom) sejak tahun 1898 sampai 1901.
Selama awal masa remaja, visinya tentang tanah kelahiran dan masa depannya mulai terbentuk. Tirani kerajaan Ottoman, sifat munafik organisasi gereja, dan peran kaum wanita Asia Barat yang sekadar sebagai pengabdi, mengilhami cara pandangnya yang kemudian dituangkan ke dalam karya-karyanya yang berbahasa Arab.
Gibran meninggalkan tanah airnya lagi saat ia berusia 19 tahun, namun ingatannya tak pernah bisa lepas dari Lebanon. Lebanon sudah menjadi inspirasinya. Di Boston dia menulis tentang negerinya itu untuk mengekspresikan dirinya. Ini yang kemudian justru memberinya kebebasan untuk menggabungkan 2 pengalaman budayanya yang berbeda menjadi satu.
Gibran menulis drama pertamanya di Paris dari tahun 1901 hingga 1902. Tatkala itu usianya menginjak 20 tahun. Karya pertamanya, "Spirits Rebellious" ditulis di Boston dan diterbitkan di New York, yang berisi empat cerita kontemporer sebagai sindiran keras yang meyerang orang-orang korup yang dilihatnya. Akibatnya, Gibran menerima hukuman berupa pengucilan dari gereja Maronite. Akan tetapi, sindiran-sindiran Gibran itu tiba-tiba dianggap sebagai harapan dan suara pembebasan bagi kaum tertindas di Asia Barat.
Masa-masa pembentukan diri selama di Paris cerai-berai ketika Gibran menerima kabar dari Konsulat Jendral Turki, bahwa sebuah tragedi telah menghancurkan keluarganya. Adik perempuannya yang paling muda berumur 15 tahun, Sultana, meninggal karena TBC.
Gibran segera kembali ke Boston. Kakaknya, Peter, seorang pelayan toko yang menjadi tumpuan hidup saudara-saudara dan ibunya juga meninggal karena TBC. Ibu yang memuja dan dipujanya, Kamilah, juga telah meninggal dunia karena tumor ganas. Hanya adiknya, Marianna, yang masih tersisa, dan ia dihantui trauma penyakit dan kemiskinan keluarganya. Kematian anggota keluarga yang sangat dicintainya itu terjadi antara bulan Maret dan Juni tahun 1903. Gibran dan adiknya lantas harus menyangga sebuah keluarga yang tidak lengkap ini dan berusaha keras untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
Di tahun-tahun awal kehidupan mereka berdua, Marianna membiayai penerbitan karya-karya Gibran dengan biaya yang diperoleh dari hasil menjahit di Miss Teahan's Gowns. Berkat kerja keras adiknya itu, Gibran dapat meneruskan karier keseniman dan kesasteraannya yang masih awal.
Pada tahun 1908 Gibran singgah di Paris lagi. Di sini dia hidup senang karena secara rutin menerima cukup uang dari Mary Haskell, seorang wanita kepala sekolah yang berusia 10 tahun lebih tua namun dikenal memiliki hubungan khusus dengannya sejak masih tinggal di Boston. Dari tahun 1909 sampai 1910, dia belajar di School of Beaux Arts dan Julian Academy. Kembali ke Boston, Gibran mendirikan sebuah studio di West Cedar Street di bagian kota Beacon Hill. Ia juga mengambil alih pembiayaan keluarganya.
Pada tahun 1911 Gibran pindah ke kota New York. Di New York Gibran bekerja di apartemen studionya di 51 West Tenth Street, sebuah bangunan yang sengaja didirikan untuk tempat ia melukis dan menulis.
Sebelum tahun 1912 "Broken Wings" telah diterbitkan dalam Bahasa Arab. Buku ini bercerita tentang cinta Selma Karami kepada seorang muridnya. Namun, Selma terpaksa menjadi tunangan kemenakannya sendiri sebelum akhirnya menikah dengan suami yang merupakan seorang uskup yang oportunis. Karya Gibran ini sering dianggap sebagai otobiografinya.
Pengaruh "Broken Wings" terasa sangat besar di dunia Arab karena di sini untuk pertama kalinya wanita-wanita Arab yang dinomorduakan mempunyai kesempatan untuk berbicara bahwa mereka adalah istri yang memiliki hak untuk memprotes struktur kekuasaan yang diatur dalam perkawinan. Cetakan pertama "Broken Wings" ini dipersembahkan untuk Mary Haskell.
Gibran sangat produktif dan hidupnya mengalami banyak perbedaan pada tahun-tahun berikutnya. Selain menulis dalam bahasa Arab, dia juga terus menyempurnakan penguasaan bahasa Inggrisnya dan mengembangkan kesenimanannya. Ketika terjadi perang besar di Lebanon, Gibran menjadi seorang pengamat dari kalangan nonpemerintah bagi masyarakat Syria yang tinggal di Amerika.
Ketika Gibran dewasa, pandangannya mengenai dunia Timur meredup. Pierre Loti, seorang novelis Perancis, yang sangat terpikat dengan dunia Timur pernah berkata pada Gibran, kalau hal ini sangat mengenaskan! Disadari atau tidak, Gibran memang telah belajar untuk mengagumi kehebatan Barat.
Sebelum tahun 1918, Gibran sudah siap meluncurkan karya pertamanya dalam bahasa Inggris, "The Madman", "His Parables and Poems". Persahabatan yang erat antara Mary tergambar dalam "The Madman". Setelah "The Madman", buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah "Twenty Drawing", 1919; "The Forerunne", 1920; dan "Sang Nabi" pada tahun 1923, karya-karya itu adalah suatu cara agar dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa sekolah di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab, namun tidak dipublikasikan dan kemudian dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun 1918-1922.
Sebelum terbitnya "Sang Nabi", hubungan dekat antara Mary dan Gibran mulai tidak jelas. Mary dilamar Florance Minis, seorang pengusaha kaya dari Georgia. Ia menawarkan pada Mary sebuah kehidupan mewah dan mendesaknya agar melepaskan tanggung jawab pendidikannya. Walau hubungan Mary dan Gibran pada mulanya diwarnai dengan berbagai pertimbangan dan diskusi mengenai kemungkinan pernikahan mereka, namun pada dasarnya prinsip-prinsip Mary selama ini banyak yang berbeda dengan Gibran. Ketidaksabaran mereka dalam membina hubungan dekat dan penolakan mereka terhadap ikatan perkawinan dengan jelas telah merasuk ke dalam hubungan tersebut. Akhirnya Mary menerima Florance Minis.
Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis). Tujuan ikatan ini merombak kesusastraan Arab yang stagnan. Seiring dengan naiknya reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum. Salah satunya adalah Barbara Young. Ia mengenal Gibran setelah membaca "Sang Nabi". Barbara Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya menjadi guru bahasa Inggris. Selama 8 tahun tinggal di New York, Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio Gibran.
Gibran menyelesaikan "Sand and Foam" tahun 1926, dan "Jesus the Son of Man" pada tahun 1928. Ia juga membacakan naskah drama tulisannya, "Lazarus" pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah itu Gibran menyelesaikan "The Earth Gods" pada tahun 1931. Karyanya yang lain "The Wanderer", yang selama ini ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa nama pada tahun 1932, setelah kematiannya. Juga tulisannya yang lain "The Garden of the Propeth".
Pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia. Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis hati dan TBC, tapi selama ini ia menolak untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir itu, dia dibawa ke St. Vincent's Hospital di Greenwich Village.
Hari berikutnya Marianna mengirim telegram ke Mary di Savannah untuk mengabarkan kematian penyair ini. Meskipun harus merawat suaminya yang saat itu juga menderita sakit, Mary tetap menyempatkan diri untuk melayat Gibran.
Jenazah Gibran kemudian dikebumikan tanggal 21 Agustus di Ma Sarkis, sebuah biara Carmelite di mana Gibran pernah melakukan ibadah.
Sepeninggal Gibran, Barbara Younglah yang mengetahui seluk-beluk studio, warisan dan tanah peninggalan Gibran. Juga secarik kertas yang bertuliskan, "Di dalam hatiku masih ada sedikit keinginan untuk membantu dunia Timur, karena ia telah banyak sekali membantuku."
Sumber dirangkum dari:
Buku : 10 Kisah Hidup Penulis Dunia
Judul : Khalil Gibran
Editor : Anton WP dan Yudhi Herwibowo
Penerbit : Katta Solo, 2005
Halaman : 63 - 70
Pada usia 10 tahun, bersama ibu dan kedua adik perempuannya, Gibran pindah ke Boston, Amerika Serikat. Tak heran bila kemudian Gibran kecil mengalami kejutan budaya, seperti yang banyak dialami oleh para imigran lain yang berhamburan datang ke Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. Keceriaan Gibran di bangku sekolah umum di Boston, diisi dengan masa akulturasinya maka bahasa dan gayanya dibentuk oleh corak kehidupan Amerika. Namun, proses Amerikanisasi Gibran hanya berlangsung selama tiga tahun karena setelah itu dia kembali ke Bairut, di mana dia belajar di Madrasah Al-Hikmat (School of Wisdom) sejak tahun 1898 sampai 1901.
Selama awal masa remaja, visinya tentang tanah kelahiran dan masa depannya mulai terbentuk. Tirani kerajaan Ottoman, sifat munafik organisasi gereja, dan peran kaum wanita Asia Barat yang sekadar sebagai pengabdi, mengilhami cara pandangnya yang kemudian dituangkan ke dalam karya-karyanya yang berbahasa Arab.
Gibran meninggalkan tanah airnya lagi saat ia berusia 19 tahun, namun ingatannya tak pernah bisa lepas dari Lebanon. Lebanon sudah menjadi inspirasinya. Di Boston dia menulis tentang negerinya itu untuk mengekspresikan dirinya. Ini yang kemudian justru memberinya kebebasan untuk menggabungkan 2 pengalaman budayanya yang berbeda menjadi satu.
Gibran menulis drama pertamanya di Paris dari tahun 1901 hingga 1902. Tatkala itu usianya menginjak 20 tahun. Karya pertamanya, "Spirits Rebellious" ditulis di Boston dan diterbitkan di New York, yang berisi empat cerita kontemporer sebagai sindiran keras yang meyerang orang-orang korup yang dilihatnya. Akibatnya, Gibran menerima hukuman berupa pengucilan dari gereja Maronite. Akan tetapi, sindiran-sindiran Gibran itu tiba-tiba dianggap sebagai harapan dan suara pembebasan bagi kaum tertindas di Asia Barat.
Masa-masa pembentukan diri selama di Paris cerai-berai ketika Gibran menerima kabar dari Konsulat Jendral Turki, bahwa sebuah tragedi telah menghancurkan keluarganya. Adik perempuannya yang paling muda berumur 15 tahun, Sultana, meninggal karena TBC.
Gibran segera kembali ke Boston. Kakaknya, Peter, seorang pelayan toko yang menjadi tumpuan hidup saudara-saudara dan ibunya juga meninggal karena TBC. Ibu yang memuja dan dipujanya, Kamilah, juga telah meninggal dunia karena tumor ganas. Hanya adiknya, Marianna, yang masih tersisa, dan ia dihantui trauma penyakit dan kemiskinan keluarganya. Kematian anggota keluarga yang sangat dicintainya itu terjadi antara bulan Maret dan Juni tahun 1903. Gibran dan adiknya lantas harus menyangga sebuah keluarga yang tidak lengkap ini dan berusaha keras untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
Di tahun-tahun awal kehidupan mereka berdua, Marianna membiayai penerbitan karya-karya Gibran dengan biaya yang diperoleh dari hasil menjahit di Miss Teahan's Gowns. Berkat kerja keras adiknya itu, Gibran dapat meneruskan karier keseniman dan kesasteraannya yang masih awal.
Pada tahun 1908 Gibran singgah di Paris lagi. Di sini dia hidup senang karena secara rutin menerima cukup uang dari Mary Haskell, seorang wanita kepala sekolah yang berusia 10 tahun lebih tua namun dikenal memiliki hubungan khusus dengannya sejak masih tinggal di Boston. Dari tahun 1909 sampai 1910, dia belajar di School of Beaux Arts dan Julian Academy. Kembali ke Boston, Gibran mendirikan sebuah studio di West Cedar Street di bagian kota Beacon Hill. Ia juga mengambil alih pembiayaan keluarganya.
Pada tahun 1911 Gibran pindah ke kota New York. Di New York Gibran bekerja di apartemen studionya di 51 West Tenth Street, sebuah bangunan yang sengaja didirikan untuk tempat ia melukis dan menulis.
Sebelum tahun 1912 "Broken Wings" telah diterbitkan dalam Bahasa Arab. Buku ini bercerita tentang cinta Selma Karami kepada seorang muridnya. Namun, Selma terpaksa menjadi tunangan kemenakannya sendiri sebelum akhirnya menikah dengan suami yang merupakan seorang uskup yang oportunis. Karya Gibran ini sering dianggap sebagai otobiografinya.
Pengaruh "Broken Wings" terasa sangat besar di dunia Arab karena di sini untuk pertama kalinya wanita-wanita Arab yang dinomorduakan mempunyai kesempatan untuk berbicara bahwa mereka adalah istri yang memiliki hak untuk memprotes struktur kekuasaan yang diatur dalam perkawinan. Cetakan pertama "Broken Wings" ini dipersembahkan untuk Mary Haskell.
Gibran sangat produktif dan hidupnya mengalami banyak perbedaan pada tahun-tahun berikutnya. Selain menulis dalam bahasa Arab, dia juga terus menyempurnakan penguasaan bahasa Inggrisnya dan mengembangkan kesenimanannya. Ketika terjadi perang besar di Lebanon, Gibran menjadi seorang pengamat dari kalangan nonpemerintah bagi masyarakat Syria yang tinggal di Amerika.
Ketika Gibran dewasa, pandangannya mengenai dunia Timur meredup. Pierre Loti, seorang novelis Perancis, yang sangat terpikat dengan dunia Timur pernah berkata pada Gibran, kalau hal ini sangat mengenaskan! Disadari atau tidak, Gibran memang telah belajar untuk mengagumi kehebatan Barat.
Sebelum tahun 1918, Gibran sudah siap meluncurkan karya pertamanya dalam bahasa Inggris, "The Madman", "His Parables and Poems". Persahabatan yang erat antara Mary tergambar dalam "The Madman". Setelah "The Madman", buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah "Twenty Drawing", 1919; "The Forerunne", 1920; dan "Sang Nabi" pada tahun 1923, karya-karya itu adalah suatu cara agar dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa sekolah di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab, namun tidak dipublikasikan dan kemudian dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun 1918-1922.
Sebelum terbitnya "Sang Nabi", hubungan dekat antara Mary dan Gibran mulai tidak jelas. Mary dilamar Florance Minis, seorang pengusaha kaya dari Georgia. Ia menawarkan pada Mary sebuah kehidupan mewah dan mendesaknya agar melepaskan tanggung jawab pendidikannya. Walau hubungan Mary dan Gibran pada mulanya diwarnai dengan berbagai pertimbangan dan diskusi mengenai kemungkinan pernikahan mereka, namun pada dasarnya prinsip-prinsip Mary selama ini banyak yang berbeda dengan Gibran. Ketidaksabaran mereka dalam membina hubungan dekat dan penolakan mereka terhadap ikatan perkawinan dengan jelas telah merasuk ke dalam hubungan tersebut. Akhirnya Mary menerima Florance Minis.
Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis). Tujuan ikatan ini merombak kesusastraan Arab yang stagnan. Seiring dengan naiknya reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum. Salah satunya adalah Barbara Young. Ia mengenal Gibran setelah membaca "Sang Nabi". Barbara Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya menjadi guru bahasa Inggris. Selama 8 tahun tinggal di New York, Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio Gibran.
Gibran menyelesaikan "Sand and Foam" tahun 1926, dan "Jesus the Son of Man" pada tahun 1928. Ia juga membacakan naskah drama tulisannya, "Lazarus" pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah itu Gibran menyelesaikan "The Earth Gods" pada tahun 1931. Karyanya yang lain "The Wanderer", yang selama ini ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa nama pada tahun 1932, setelah kematiannya. Juga tulisannya yang lain "The Garden of the Propeth".
Pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia. Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis hati dan TBC, tapi selama ini ia menolak untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir itu, dia dibawa ke St. Vincent's Hospital di Greenwich Village.
Hari berikutnya Marianna mengirim telegram ke Mary di Savannah untuk mengabarkan kematian penyair ini. Meskipun harus merawat suaminya yang saat itu juga menderita sakit, Mary tetap menyempatkan diri untuk melayat Gibran.
Jenazah Gibran kemudian dikebumikan tanggal 21 Agustus di Ma Sarkis, sebuah biara Carmelite di mana Gibran pernah melakukan ibadah.
Sepeninggal Gibran, Barbara Younglah yang mengetahui seluk-beluk studio, warisan dan tanah peninggalan Gibran. Juga secarik kertas yang bertuliskan, "Di dalam hatiku masih ada sedikit keinginan untuk membantu dunia Timur, karena ia telah banyak sekali membantuku."
Sumber dirangkum dari:
Buku : 10 Kisah Hidup Penulis Dunia
Judul : Khalil Gibran
Editor : Anton WP dan Yudhi Herwibowo
Penerbit : Katta Solo, 2005
Halaman : 63 - 70
Minggu, 07 November 2010
Asal Usul Dan Sejarah Kristen
Pendiri agama Kristen adalah seorang Yahudi bernama Yesus,
yang lahir di Betlehem, Palestina, antara tahun 8 hingga 4
SM. Tradisi biasanya menyebutkan bahwa dia lahir dalam bulan
Desember tahun pertama era Kristen yaitu, tahun 1 M, akan
tetapi telah diketahui sekarang bahwa hal ini salah. Dalam
catatan-catatan yang menyangkut Yesus -yakni Injil, empat di
antaranya terdapat dalam perjanjian baru yang ditulis
Matius, Markus, Lukas, dan Yahya- kita diberi tahu bahwa dia
lahir selama berkuasanya Raja Herodes dan pada saat Kerajaan
Romawi melaksanakan sensus penduduk. Kerajaan Romawi
melaksanakan sensus penduduk empat belas tahun sekali.
Sensus pertama berlangsung tahun 6 M; ini berarti bahwa
sensus sebelumnya dimulai tahun 8 SM, selama pemerintahan
Kaisar Augustus dan tanah Judea diperõntah Kerenius yang
dapat kita baca dalam Lukas 2:1-5. Kita juga diberi tahu
tentang bintang yang menuntun orang Majus ke tempat Yesus
berada, dan astronom Keppler, menghitung bahwa timbul
konjungsi antara Saturnus, Jupiter, dan Mars kira-kira tahun
7 SM yang menampakkan kesan sebagai bintang baru yang terang
benderang. Semua data ini mendukung kesimpulan bahwa Yesus
lahir antara tahun 8 hingga 4 SM. Kita juga dapat menentang
pendapat bahwa Yesus lahir bulan Desembers karena dalam
Injil Lukas terdapat gembala yang menggembalakan ternaknya
pada malam hari (2:8). Namun di Palestina pun cuaca dingin
dan turun sadju, jadi saat kelahiran itu pastilah di luar
musim dingin karena para gembala tidak akan keluar pada saat
tersebut. Musim yang lebih mungkin adalah musim semõ atau
musim rontok.
Penganut ajaran Kristen percaya bahwa ibu Yesus, yakni
Maria, melahirkan Yesus dalam keadaan masih perawan dan
belum bersetubuh dengan suaminya yaitu Yusuf. Anak tersebut
lahir karena kekuasaan Tuhan melalui roh kudus. Kaum Katolik
bahkan berkeyakinan bahwa Maria tetap perawan setelah
kelahiran Yesus. Saudara laki-laki dan perempuan Yesus yang
disebutkan dalam Markus 6:1-6 adalah anak-anak Yusuf dari
perkawinannya yang terdahulu.
Tidak banyak yang kita ketahui tentang Yesus di masa
kanak-kanak; kisahnya mulai banyak diungkapkan untuk
perjalanan hidupnya setelah berusia tigapuluhan, saat
dibaptis oleh Yahya. Yahya membaptis manusia sebagai
persiapan mereka untuk menerima kedatangan "juru selamat;"
pada waktu Yesus datang, dia menolak membaptis Yesus dengan
menyatakan bahwa Yahya tidak pantas membaptis Yesus, bahkan
sebaliknya dialah yang pantas dibaptis. Namun Yesus tetap
meminta Yahya membaptis dirinya; setelah dibaptis dia
mengasingkan diri selama 40 hari dan memikirkan "juru
selamat" yang bagaimanakah sebenarnya. Selama itu iblis
menggoda dia, membujuk Yesus agar menjadi pahlawan bagi
bangsa Yahudi, atau memenangkan dukungan bangsanya lewat
perbuatan kegaiban atau dengan memenuhi kepuasan material
bangsa Yahudi. Yesus menolak godaan ini, karena Dia sadar
bahwa Dia haruslah "juru selamat" yang menderita, yang akan
mati demi bangsanya.
Setelah meninggalkan gurun, dia memilih dua belas orang
sebagai teman dan muridnya. Murid-murid ini mempunyai latar
belakang yang beragam: Petrus dan Andreas adalah bersaudara
dan nelayan miskin; Yacob dan Yahya, juga bersaudara, adalah
nelayan juga, namun lebih makmur; Matius (atau Levi) adalah
pengumpul pajak yang bekerja bagi orang Romawi; ada anggota
kelompok Zealot yang fanatik; dan Yudas Iskariot, orang yang
pada akhirnya mengkhianati Yesus dan menyerahkannya kepada
musuhnya. Dari kedua belas muridnya, Petrus, Yacob dan Yahya
merupakan teman Yesus yang paling dekat.
Dalam Markus 6:1-6 Yesus disebut "tukang kayu," dan dari
sini diasumsikan bahwa sebelum terkenal, Yesus meneruskan
profesi ayahnya sebagai tukang kayu. Kita tidak mengetahui
latar belakang pendidikannya walaupun mungkin dia memperoleh
pendidikan dari cendekiawan monastik Yahudi, yakni kaum
Essenes, yang ajarannya banyak mirip dengan ajaran Kristen.
Namun dari kitab-kitab Injil dapat kita lihat bahwa dia
adalah manusia yang cerdas, arif dan penuh humor. Ajarannya
dia sampaikan lewat perumpamaan, dongeng, kisah-kisah pendek
yang mengandung makna mendalam. Teknik pengajaran seperti
inilah yang ditempuh para rabbi karena lebih mudah menangkap
makna lewat kisah-kisah pendek dibandingkan lewat
kisah-kisah panjang, atau lewat diskusi formal yang panjang.
Kisah-kisah atau perumpamaan Yesus adalah sederhana dan
langsung kena, kisah yang mudah disimak oleh siapa pun. Akan
tetapi, dia juga menggunakan kotbah, dan kotbah yang
terkenal adalah kotbah bukit (kotbah ini bukanlah satu
kotbah panjang, melainkan adalah intisari yang diambil dari
ucapan-ucapan Yesus dalam berbagai kejadian).
Di samping memberikan ajaran, Yesus juga menyembuhkan banyak
penyakit dan bahkan menghidupkan kembali orang mati.
Perlahan-lahan namanya termasyhur ke seluruh negeri dan
orang mulai berbisik-bisik mempersoalkan siapakah dia.
Pertama kali Yesus mengaku sebagai "juru selamat" yang telah
lama dinanti-nantikan di Caesarea Phillippi. Setelah dia
menanyakan kepada murid-muridnya tentang siapakah dia
disebut khalayak ramai, dia bertanya tentang siapakah dia di
mata para muridnya? Petrus, yang merupakan orang pemberani,
menjawab, "Engkau adalah juru selamat." Semenjak itu Yesus
mulai memperkenalkan ajaran-ajaran dan perintah-perintahnya
kepada kedua belas muridnya tentang tujuan kedatangannya.
Lalu dia diberi nama Kristus yang berarti "orang yang
diurapi." Segera setelah pengakuan oleh Petrus tentang dia
(Yesus) sebagai "juru selamat," dia mengajak Petrus, Yahya
dan Yacob ke suatu bukit, di mana pakaian dan wajah Yesus
menjadi bercahaya putih mengkilap dan dia berkomune dengan
Nabi Elisa dan Musa. Peristiwa ini disebut Transfigurasi
(perubahan tubuh).
Namun selama tiga tahun misi Yesus, tantangan terhadap
ajarannya meningkat terutama dari pihak Parisi dan Saduki.
Kaum Saduki adalah kelompok kecil aristokrat yang sangat
berpengaruh yang mengaku sebagai keturunan Sulaiman.
Kelompok Parisi terbentuk pada saat Kekaisaran Yunani ingin
menanamkan pengaruhnya di Palestina, dan Kaum Parisilah yang
sangat menentang pengaruh (Helenisasi) ini. Kedua kelompok
ini, dengan alasan yang berbeda, memusuhi Yesus; kaum Parisi
menolak karena ajaran-ajaran Yesus menentang sikap kaum
Parisi. Kita tahu orang Yahudi sangat berpegang erat kepada
10 perintah Allah, sementara Yesus memperbaharui penafsiran
tentang makna kesepuluh perintah tersebut. Selama
bertahun-tahun hukum itu berubah menjadi doktrin yang
mendasari ajaran Yudaisme, yang menjadi dasar bagi orang
Yahudi untuk mengasihi Tuhan dan sesamanya. Bagi kebanyakan
orang Parisi, tradisi lebih penting daripada hukum, dan
Yesus sangat lantang menentang sikap orang Parisi ini. Kaum
Saduki menentang Yesus karena mereka bekerja sama dengan
bangsa Romawi, dan karena itu mereka sangat berpengaruh dan
menikmati hak-hak istimewa. Mereka khawatir Yesus bisa
menimbulkan kesulitan yang berakhir pada situasi yang
mengancam pada prestise dan kekuasaan mereka.
Setelah kira-kira tiga tahun, Yesus pergi ke Yerusalem
menunggang keledai dan disambut sebagai pembebas dan "juru
selamat," karena saat itu bertepatan dengan berlangsungnya
pesta paskah dan Yerusalem dipadati oleh banyak manusia.
Paskah adalah hari yang ditunggu-tunggu bagi kedatangan
"juru selamat" bangsa Yahudi, sehingga suasana saat Yesus
memasuki kota amatlah eksplosif. Lalu dia masuk ke Bait
Allah dan mengusir semua pedagang, pembunga uang dan
orang-orang lain yang dia anggap mengotori tempat suci
tersebut. Penduduk menunggu tindakannya yang selanjutnya,
yakni hal mengumumkan dirinya sebagai Raja yang akan
mengusir penjajah Romawi; namun tindakan yang
ditunggu-tunggu itu tidak pernah muncul. Sebaliknya Yesus
mengadakan perjamuan dengan murid-muridnya, yang dinamakan
perjamuan terakhir (sebagian cendekiawan menyebutnya
perjamuan paskah), sesudah itu dia pergi ke Taman Getsemane.
Di sana dia ditangkap serdadu yang dipimpin oleh Yudas
Iskariot.
Pertama kali setelah ditangkap, Yesus diajukan ke hadapan
para imam dan dituduh menghujat Allah, suatu kejahatan besar
dalam hukum Yahudi, namun karena mereka tidak dapat
menjatuhkan hukuman mati, keputusan mereka harus disahkan
oleh penguasa Romawi. Lalu Yesus dihadapkan kepada penguasa,
Pontius Pilatus, dan dituduh melakukan pemberontakan
subversi dan menghindari pajak; Pilatus tidak ingin
menghukum orang yang tidak bersalah, namun disebabkan
tekanan para imam dan amarah bangsa Yahudi -yang merasa
tertipu kalau Yesus tidak memperlihatkan dirinya sebagai
"juru selamat" dalam arti penuh kemenangan dalam peperangan-
dia terpaksa membuat keputusan yang tidak menyenangkan dan
Yesus dihukum dengan penyaliban. Putusan itu dilaksanakan,
dan Yesus mati setelah penuh penderitaan selama tiga jam di
kayu salib.
Akan tetapi, bagi Gereja Kristen, itu bukanlah akhir,
melainkan adalah awal. Tiga hari kemudian Yesus bangkit dari
kematian (tiga hari berdasarkan perhitungan Yahudi -Yesus
meninggal hari Jumat dan bangkit hari Minggu). Para wanita
yang pergi ke makamnya pada Minggu pagi menemukan makamnya
sudah kosong, namun pakaiannya masih terlipat di dalam
kubur. Kemudian Yesus sendiri menampakkan dirinya kepada
mereka; kemudian mereka berlari untuk memberitahukan hal itu
kepada murid-murid Yesus yang sebelumnya meragukan
kebangkitan Yesus; namun kemudian mempercayainya. Beberapa
saat kemudian Yesus mengajak mereka ke suatu bukit,
memberkati mereka lalu mereka terangkat ke surga. Semenjak
itu Yesus tidak pernah menampakkan diri lagi di bumi ini.
Sementara itu murid-murid Yesus tidak bisa menentukan
langkah-langkah mereka seterusnya. Namun pada hari
Pantekosta, pada saat mereka semua berkumpul di Yerusalem,
Roh Kudus turun dari surga dan hinggap pada masing-masing
mereka. Sejak itu mereka diubahkan, tidak lagi cemas dan
takut, melainkan sudah menjadi rasul-rasul yang berani yang
menjelajahi dunia ini untuk menyampaikan kabar gembira
tentang Tuhan Yesus Kristus. Pada awalnya mereka berharap
Yesus segera muncul kembali, namun hal itu tidak terjadi
demikian.
Iman baru ini segera menyebar di seluruh dunia lama.
Hebatnya, misi penyebaran Injil yang paling spektakuler
bukanlah oleh salah satu murid Yesus melainkan adalah oleh
Saul (Paulus) dari Tarsus, yang mengalami pertobatan pada
saat dia dalam perjalanan ke Damascus untuk menangkapi
orang-orang Kristen; sebagai hasil pertobatan ini, dia
banyak melakukan perjalanan untuk pekabaran Injil, mengalami
penderitaan yang berat, bahkan mati martir demi imannya Dia
menuliskan banyak surat nasihat dan penguatan iman kepada
gereja-gereja baru yang dia dirikan, dan dokumen-dokumen
ini, yang terdapat dalam PerjanJian Baru, sangat penting
karena merupakan salah satu tulisan Kristen pertama yang
kita miliki.
Pada tahun-tahun awal tersebut, ajaran baru ini masih dianut
orang Yahudi, namun ternyata agama baru ini segera
menghilang dari antara orang-orang Yahudi dan dianut oleh
orang-orang di luar Yahudi. Pemisahan antara ajaran Yahudi
dan Kristen mulai nyata dan akhirnya tak dapat dihindarkan;
para penganut Kristen tidak lagi merayakan hari-hari besar
Yahudi serta tidak mempertahankan tradisi dan budaya Yahudi.
Pemisahan ini diakui pada Dewan Yerusalem pada tahun 48 M,
pada saat pembatasan-pembatasan Yudaistis terhadap
orang-orang Kristen yang bukan Yahudi diberlakukan.
Mula-mula dengan enggan diberi toleransi oleh Kerajaan
Romawi, faham Kristen di bawah masa pemerintahan Kaisar Nero
yang sangat membenci ajaran Kristen. Nero berusaha
memojokkan orang Kristen dengan menuduh bahwa kebakaran
besar kota Roma disebabkan oleh orang Kristen (64 M), serta
membunuh orang-orang Kristen, di antaranya Petrus dan
Paulus. Banyak orang Kristen berkeyakinan bahwa dengan
kematian rasul-rasul ini, dan kematian orang-orang yang
secara pribadi mengenai Kristus, perlu dibuat rekaman
tertulis tentang kehidupan Kristus. Selama empat puluh tahun
berikutnya masih banyak tulisan tentang Yesus, namun hanya
empat di antaranya diakui dalam Perjanjian Baru. Akan tetapi
tindakan pembunuhan ini bukanlah yang terakhir, bahkan
meningkat selama pemerintahan Kaisar Domitian (81-96 M).
Selama dua ratus tahun ajaran Kristen merupakan doktrin yang
ilegal hingga akhirnya Kaisar Konstantin, setelah melihat
cahaya terang di malam hari sebelum melakukan suatu
pertempuran, yang meliputi salib dengan tulisan "dengan
tanda ini kamu ditaklukkan," memberikan hak legal kepada
orang-orang Kristen pada tahun 313 M dan menjadikan agama
Kristen sebagai agama negara Kekaisaran Romawi.
Apa yang terjadi kepada gereja muda ini selama masa yang
penuh kesulitan tersebut? Tantangan muncul dari berbagai
arah, namun penyebarannya makin pesat. Walaupun pada mulanya
Yerusalem dianggap sebagai pusat suci, namun sikap
permusuhan yang diperlihatkan orang-orang Yahudi yang
menguasai Yerusalem mendorong pemindahan pusat Kristen;
mula-mula ke Antiokia, bergeser ke Roma. Selama periode
Konstantine, Agama Kristen makin kuat dan melembaga.
Salah satu masalah pertama yang harus dipecahkan adalah
masalah Trinitas, keyakinan umat Kristen akan Bapak, Anak,
dan Roh Kudus, yang pada hakikatnya identik namun terpisah
satu sama lain. Banyak pendapat yang berbeda diajukan untuk
menjawab masalah Trinitas, dan tahun 325 Konstantin meminta
Dewan Pertama Nicaea untuk membahas masalah ini dengan
saksama, yakni 'Aryan Heresy' yang menyatakan bahwa Kristus
diciptakan Tuhan untuk membantu dalam penciptaan dunia ini,
dan menerima status ketuhanan dari Tuhan, jadi tidak sama
esensinya dengan Tuhan. Status ketuhanannya dapat dicabut
Tuhan. Dewan ini melahirkan Nicene Creed suatu bentuk yang
digunakan hingga dewasa ini dan mencakup kata-kata:
- Kami percaya akan satu Tuhan, Tuhan Yang Mahakuasa,
pencipta langit dan bumi, yang kelihatan maupun yang
tidak kelihatan.
- Kami percaya akan Yesus Kristus, anak tunggal Allah,
yang diturunkan oleh Allah Bapak, bukan diciptakan,
yang satu dengan Allah Bapak.
- Kami percaya akan Roh Kudus, Tuhan, pemberi kehidupan,
yang diturunkan dari Allah Bapak dan anak.
Lalu gereja dihadapkan dengan sekumpulan masalah, terutama
masalah intern. Romawi Barat dan Timur mulai terpisah
semakin jauh dan akhirnya benar-benar terpisah. Memang sebab
pemisahan ini bukan hanya hal di atas, karena masih banyak
titik-titik perpecahan antara Barat dan Timur. Dibandingkan
dengan Kristen Barat, Kristen Timur lebih menekankan
ikon-ikon. Ikon merupakan gambar flat pada kayu, gading atau
bahan-bahan lain, yang memperlihatkan Yesus, Perawan Maria,
atau orang suci yang lain dan melembaga dalam Gereja Yunani.
Selama abad kedelapan, ikon-ikon dilarang oleh Kaisar Leo
III, namun protes keras menyebabkan larangan ini dicabut
pada Sidang Umum ketujuh yang berlangsung di Nicaea tahun
787. Ini tampaknya merupakan kemenangan Gereja Timur. Namun
perpecahan di antara keduanya tidak akan diatasi oleh sidang
tersebut dan masalah ini mengemuka pada abad ke 11 pada
waktu Roma menerima pemberian suatu tambahan ke dalam Nicene
Creed, suatu hal yang tidak disetujui Gereja Timur. Tambahan
itu adalah "dan anak" setelah frasa "kami percaya dalam Roh
Kudus, Tuhan pemberi kehidupan, yang diturunkan dari Allah
Bapak ..." Jadi, Gereja-gereja Timur tidak menerima bahwa
Roh Kudus diturunkan dari Allah Bapak dan Anak, melainkan
hanya dari Allah Bapak. Tentang masalah ini Timur dan Barat
sama sekali tidak mempunyai titik temu dan menimbulkan
pemisahan tahun 1054, karena wakil Paus menempatkan
surat-surat ekskomunikasi pada altar St. Sophia di
Konstantinopel. Sejak itulah muncul Gereja Katolik Roma dan
Gereja Ortodoks Yunani. Unsur-unsur doktrinal membuat mereka
tetap terpisah: Gereja Katolik dipimpin oleh satu tampuk
pimpinan yang disebut Paus, sementara Gereja Ortodoks
menyerahkan kepemimpinan di tangan para bishop atau
patriark; pandangan tentang Roh Kudus juga berbeda, Gereja
Ortodoks tetap memberikan kedudukan penting bagi ikon-ikon
dalam pemujaan, para pelayan gerejanya dibolehkan menikah,
dan lain-lain.
Segera kemudian, yakni tahun 1096, Paus Urbanus II
mengorganisasi Gereja Katolik ke dalam satu pola seragam
yang bertahan selama hampir 200 tahun -tentara salib.
Mula-mula dibentuk untuk dua tujuan, yakni mengurangi
tekanan Turki atas Kekaisaran Timur dan untuk menjamin
keamanan para peziarah yang berkunjung ke Yerusalem, tentara
salib segera mengalami degradasi cita-cita; mereka ingin
membebaskan Yerusalem dari kekuasaan Muslim.
Gereja Katolik tetap berperan penting hingga abad
pertengahan. Berpusat di Roma, Paus memegang kekuasaan
tertinggi, yang melampaui kekuasaan raja dan ratu. Namun
sejak akhir abad keempat belas mulailah timbul tantangan
terhadap kekuasaan Paus yang begitu besar. Timbullah gerakan
reformasi yang dimulai Lollards dan Hussites; gerakan ini
berubah menjadi ancaman serius terhadap supremasi Gereja
Katolik ketika tahun 1617, seorang imam bernama Martin
Luther menentang keras penjualan surat aflat oleh gereja.
Dia lalu menolak supremasi Paus, menyangkal
transubstantiation, serta mendorong para bangsawan Jerman
untuk memberontak dan memisahkan kekuasaan mereka. Para
bangsawan, yang sebelumnya terdisilusi dengan kontrol oleh
Gereja dan Paus, membutuhkan sedikit dorongan dan banyak di
antara mereka segera bergabung dengan Martin Luther.
Tindakan Luther merupakan awal tumbuhnya berbagai sekte yang
didasari kepada doktrin pokok Luther namun berkembang sesuai
dengan jalan yang ditempuh masing-masing sekte. Pandangan
Luther mendapat formalisasi dalam Gereja Lutheran yang
tumbuh subur di Jerman, Skandinavia dan Amerika. Namun
Luther pun bertentangan dengan bekas sekutunya menentang
Paus. Salah satu bekas pendukungnya, Zwingli, mengembangkan
pandangan Eukaristi yang menyebabkan Luther dan Zwingli
berpisah.
Pengaruh Reformasi menyebar ke seluruh Eropa. Pembaharu yang
lain, John Calvin, memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma
tahun 1533. Pandangannya hampir sama dengan Luther, namun
dia yakin akan adanya karunia tertentu untuk kelompok
tertentu. Pengikut Calvin menyebar di Jerman, Negeri
Belanda, Skotlandia, Swiss, Amerika Utara dan cukup
berpengaruh di Inggris.
Inggris juga mengikuti anjuran para pembaharu namun dengan
motif yang agak berbeda. Tahun 1521 Raja Henry VIII telah
mengeluarkan suatu traktat yang menyerang Luther yang
menyebabkan dia mendapat titel 'Pembela Iman" dari Paus.
Akan tetapi Raja Henry VIII sangat ingin menikahi putri Anne
Boleyn namun sebelum bisa menikahi Anne, dia harus
menceraikan Catherine of Aragon. Sayangnya Paus tidak
merestui perceraian itu (Roma dipengaruhi oleh
saudara-saudara Catherine yang ada di Spanyol, negeri asal
Catherine) dan Henry terpaksa mengabaikan kekuasaan Paus
pada tahun 1534. Lalu dia menyatakan dirinya sebagai kepala
Gereja Inggris, dan dapat membatalkan perkawinannya dengan
Catherine. Ajaran "Tiga puluh sembilan pasal," yang
menyangkut hal-hal yang kontroversial serta mengungkapkan
bagaimana kedudukan Gereja Inggris mengenai masalah
perceraian tersebut, dikeluarkan tahun 1571 selama
pemerintahan Ratu Elizabeth I, anak perempuan Henry. Gereja
Inggris mengakui kerajaan sebagai kepala gereja, bukan Paus,
juga menolak transubstantiation, meniadakan biara serta
menggantikan bahasa Latin dengan bahasa Inggris untuk
dipakai di Gereja.
Tetapi reaksi terhadap Roma masih belum mencapai bentuknya
yang paling ekstrim. Dalam abad ketujuh belas, George Fox,
dari Leicestershire (Inggris), mulai menyebarkan ajaran
bahwa manusia dapat berhubungan dengan Tuhan tanpa melakukan
suatu 'hiasan' (upacara) ritualis yang ditetapkan oleh
gereja-gereja Katolik, dan bahwa gereja-gereja yang telah
diperbaharui belum cukup jauh melangkah dalam penolakan
mereka terhadap upacara dan hierarki gerejawi. Seorang
kristen, menurut George Fox tidak membutuhkan imam atau
pendeta/pastor, dan juga tidak membutuhkan bait suci. Tidak
ada gunanya ketujuh sakramen Gereja Katolik; tidak
dibutuhkan suatu sakramen apa pun. Fox lalu mulai
menyebarkan ajarannya dan melakukan berbagai perjalanan ke
daerah-daerah pedalaman. Pada umumnya, saat berdirinya
gerakan Fox ini dianggap terjadi pada tahun 1652, yakni saat
terjadinya kebaktiannya yang sangat berhasil untuk pertama
kalinya. Pengikutnya disebut "Quakers," atau "Perkumpulan
Sahabat-sahabat." Sampai sekarang juga mereka tidak
mempunyai bait suci kecuali rumah-rumah kebaktian, dan dalam
kebaktian mereka tidak ada liturgy, tetapi sebaliknya,
setiap orang dapat berbicara bila mereka merasa bahwa mereka
mempunyai sesuatu yang bermanfaat untuk diutarakan, tanpa
memperhatikan atau mempedulikan berapa usia yang mau
berbicara tersebut dan apa kedudukannya dalam masyarakat.
Berbagai perkembangan baru telah terjadi di Inggris pada
periode setelah Perang Saudara. Banyak orang merasa tidak
senang dengan penyatuan gereja dan negara yang dilakukan
oleh Henry VIII, tetapi selama periode persemakmuran
(Commonwealth period) di Inggris, mereka menjadi lega
melihat bahwa kedua hal tersebut (gereja dan negara) telah
dipisahkan kembali. Akan tetapi, dengan naiknya Charles II
menjadi pangeran, Undang-undang Uniformitas dikeluarkan pada
tahun 1662 yang memulihkan status quo tersebut dan
memerintahkan semua pastor untuk menerima "Buku Doa
Bersama." Imam-imam yang menolak untuk menerima (oleh karena
itu disebut Non-Conformis) ketentuan-ketentuan Undang-undang
ini akan dikeluarkan dari Jemaah mereka dan dianiaya. Hal
ini berlangsung sampai dengan keluarnya Undang-undang
Toleransi pada tahun 1689 yang memberikan mereka beberapa
hak hukum (legal). Akibatnya, perkembangan Gereja Baptis dan
Gereja Reformasi bersatu mengalami perkembangan cepat.
Gereja Baptis, yang didirikan oleh John Smith, menganggap
bahwa pembaptisan bayi adalah melawan perintah Alkitab.
Hanya orang dewasa yang telah mengerti makna sumpah yang
diucapkannyalah yang dapat dibaptis. Mereka juga mencoba
untuk meyakinkan bahwa jemaat ikut aktif dalam perjalanan
Gereja, dan mencontoh Kisah rasul-rasul dengan mengangkat
deakonis dari antara jemaatnya (lihat Kisah Rasul-Rasul 6:
1-6) untuk membantu mengarahkan dan menuntun gereja
tersebut. Gereja Reformasi Bersama adalah suatu koalisi dari
GereJa Presbiterian Inggris (yang dikembangkan dari ajaran
Calvin) dan gereja-gereja Jemaat Inggris dan Wales yang
didasarkan pada ajaran-ajaran dari tokoh pembaharu lainnya
yang telah menyebarkan ajarannya pada zaman Calvin, yakni
Robert Browne (1550-1633). Terlepas dari pandangan-pandangan
mereka yang sangat sama, tetapi usaha-usaha untuk menyatukan
kelompok-kelompok ini barulah berhasil pada tahun 1972
dengan pembentukan Gereja Reformasi Bersatu.
Gereja Metodis pada mulanya adalah merupakan suatu gerakan
dalam Gereja Inggris. Pendirinya, John Wesley (1703-1791),
tetap menolak untuk berpisah dari gereja induknya. Akan
tetapi, setelah kematiannya, disadari bahwa Gereja Metodis
tidak dapat lagi dimasukkan dalam Gereja Inggris, dan lalu
memisahkan diri pada tahun 1795. John Wesley dan saudaranya
Charles, melalui studi mereka yang ketat dan metodis
terhadap InJil (sehingga mereka disebut dengan nama
Metodis), merasa bahwa keselamatan diperoleh hanya karena
kasih dan karunia Tuhan, bukan karena suatu perbuatan atau
kebaikan manusia.
Menjelang akhir abad kesembilan belas, ada gelombang atau
kegairahan lain mengenai perhatian keagamaan. Hal ini
sebagian disebabkan penemuan-penemuan ilmiah dalam abad
tersebut yang mengancam berbagai keyakinan yang hingga waktu
itu telah diterima sebagai kebenaran religius yang tidak
dapat dibantah (misalnya, mengenai taman firdaus dan masalah
penciptaan). Dalam hal ini, reaksi dari Pencerahan
(Enlightement) dalam tahun-tahun sebelumnya turut berperan.
Akibatnya adalah bermunculannya banyak sekte yang memisahkan
diri dari gereja induk mereka, sebagaimana yang terjadi
dalam Reformasi yang memunculkan gereja-gereja yang
diperbaharui yang memisahkan diri dari iman Katolik. Di
Inggris, Bala Keselamatan berkembang sebagai suatu kekuatan
besar, bukan saja karena ketaatan beragamanya, tetapi juga
karena reformasi dan bantuan sosialnya. Di bawah
kepemimpinan William Booth (1829-1912), Bala Keselamatan
tersebut memisahkan diri dari gereja Metodis dalam tahun
1865 dan membentuk sendiri suatu organisasi yang bergaya
militer karena kelompok tersebut menganggap dirinya sebagai
laskar perang Tuhan dan memerangi ketidakadilan sosial.
Dibandingkan dengan kebanyakan sekte Gereja, mereka sangat
sedikit memperhatikan sakramen, walaupun mereka menerima
bahwa beberapa orang Kristen mungkin melihat sakramen itu
merupakan pertolongan dan bantuan.
Di Amerika juga terjadi suatu gejolak keagamaan yang
demikian. Pada tahun 1830, Mormon, atau Gereja Yesus Kristus
dari Orang-orang Suci Hari Terakhir, dibentuk oleh Joseph
Smith (1805-1844) yang mengklaim telah mengalami suatu wahyu
Tuhan, menemukan tablet-tablet emas yang tertulis dalam Buku
Mormon, yakni yang merupakan kitab suci penganut Mormon.
Pada mulanya ajaran Mormon ini terlarang karena
pandangan-pandangan mereka yang menyimpang dari ajaran
Kristen dan praktek poligami mereka, tetapi Mormon ini
merayap ke seluruh Amerika dan akhirnya menetap di Salt Lake
City, tempat markas mereka terletak hingga kini.
Aliran spiritual mulai ada tahun 1848 ketika dua orang
perempuan, yakni saudara perempuan Fox yang berumur dua
belas dan lima belas tahun, menyebabkan suatu kegemparan di
antara, penduduk kota mereka, Arcadia, New York State,
dengan mengklaim bahwa mereka telah dapat berkomunikasi
dengan roh-roh. Walaupun ada yang menyatakan bahwa
suara-suara gaduh tersebut adalah suara gabungan dari suara
kedua anak perempuan tersebut, tetapi mereka (penduduk kota
tersebut) berkumpul sedemikian banyak mendukung supaya
Gereja Spiritual didirikan. Penganut aliran Spiritual yakin,
selain pada pandangan-pandangan Kristen biasa, bahwa,
melalui mereka, nasihat dan tuntunan dapat diperoleh.
Advent Hari Ketujuh juga mulai ada di Amerika, yang
membangun reputasinya dalam tahun 1860, dan setelah itu
sekte ini cepat menyebar ke seluruh dunia. Berbeda dengan
sekte-sekte Kristen lainnya, mereka membuat hari ketujuh
sebagai Sabat (yaitu, mereka menjalankannya seperti yang
dilakukan oleh orang Yahudi, dimulai dari saat matahari
terbenam pada hari Jumat sampai matahari terbenam hari
Sabtu). Sama seperti Gereja Baptis, mereka hanya membaptis
orang-orang dewasa, dan juga membuat pembatasan-pembatasan
mengenai apa yang dapat dimakan dan diminum oleh jemaatnya.
Misalnya, mereka tidak boleh minum alkohol dan memakan
makanan kerang-kerangan.
Sebelum mengakhiri ulasan ini, tiga kelompok Kristen lainnya
harus disebut yakni: Christian Science, Saksi Jehova, dan
gerakan Pantekosta.
Christian Science didirikan oleh Mrs. Mary Baker Eddy pada
tahun 1879, yang mempertahankan bahwa satu-satunya realitas
hanyalah pikiran dan semua yang lainnya adalah illusi.
Oleh karena itu penyakit jangan dirawat dengan obat, tetapi
harus disembuhkan dengan mempraktekkan pemikiran yang benar.
Saksi Jehova, yang didirikan oleh C.T. Russell, yakin bahwa
kedatangan kedua kalinya Yesus serta akhir dunia ini akan
terjadi dalam waktu yang tidak lama lagi, dan bila hal itu
terjadi maka hanya suatu kelompok elit saja yang selamat,
yaitu kelompok Saksi Jehova itu sendiri. Mereka mempunyai
Al-Kitab dengan terjemahan mereka sendiri dan mereka
menyisihkan banyak waktu, usaha, dan uang untuk
kegiatan-kegiatan missionaris.
Yang terakhir, yakni gerakan Pantekosta, yang bermula dari
suatu missi di Los Angeles dalam tahun 1906 yang dilakukan
oleh W.J. Seymour, mengajarkan bahwa setiap orang Kristen
dapat mengalami kehadiran Rohul Kudus dalam diri mereka
sendiri dan menerima hadiah-hadiah roh. Oleh karena itu
kebaktian Pantekosta adalah merupakan upacara yang sangat
emosional, di mana jemaatnya menjadi dirasuki oleh Rohul
Kudus dan tampak berbicara dalam lidah (berbahasa roh),
sebagaimana yang dilakukan oleh murid-murid Yesus yang
pertama. Walaupun gerakan Pantekosta telah mempunyai gereja
sendiri, tetapi gerakan ini telah juga mempengaruhi
aspek-aspek lain dari Gereja (Kristen), dan dalam GereJa
Katolik gerakan tersebut juga berpengaruh dengan munculnya
apa yang disebut gerakan Karismatik, orang-orang Katolik
bermaksud menerima Rohul Kudus dalam diri mereka sendiri.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengulas secara mendalam
sekte-sekte Kristen, bahkan tulisan ini tidak menyebut semua
sekte yang ada, karena ada banyak gerakan-gerakan dan
aliran-aliran pemikiran yang berbeda dalam Gereja Kristen.
Penulis hanya mencoba untuk menempatkan dalam latar belakanghistoris dan teologis sekte yang paling menyebar.
Sumber :
The History of Christian Doctrine
Sejarah Perkembangan Ajaran Trinitas
L. Berkhof
Penerbit CV. Sinar Baru
Cetakan pertama: 1992
Bandung
Rabu, 03 November 2010
TERJEMAHAN KITAB NEGARA KERTAGAMA
Negara Kertagama atau Kitab Negara Kertagama merupakan Puisi/Kakawin Masyur pada Jaman Kebesaran Majapahit yang dikarang oleh Mpu/Empu Prapanca (Nama Lain/Pujangga dari Raja Hayam Wuruk..pen). Kitab Negara Kertama dikarang dengan bahasa Jawa Kuno/Kawi dan menceritakan tentang silsilah Raja Hayam Wuruk dan Kebesaran Kerajaan Majapahit dengan wilayahnya yang mencakup seluruh Nusantara/Indonesia dengan sebagian wilayah Malaysia dan Philipina bahkan bagian utara Australia. Inilah Terjemahan dari Kitab Negara Kertagama dan semoga bermanfaat bagi kita semua.........
NEGARAKERTAGAMA
Pupuh I
1.
Om! Sembah pujiku orang hina ke bawah telapak kaki Pelindung jagat Siwa-Buda Janma-Batara sentiasa tenang tenggelam dalam Samadi Sang Sri Prawatanata, pelindung para miskin, raja adiraja dunia Dewa-Batara, lebih khayal dari yang khayal, tapi tampak di atas tanah.
2.
Merata serta meresapi segala makhluk, nirguna bagi kaum Wisnawa Iswara bagi Yogi, Purusa bagi Kapila, hartawan bagai Jambala Wagindra dalam segala ilmu, dewa Asmara di dalam cinta berahi Dewa Yama di dalam menghilangkan penghalang dan menjamin damai dunia.
3.
Begitulah pujian pujangga penggubah sejarah raja, kepada Sri Nata Rajasanagara, Sri Nata Wilwatikta yang sedang memegang tampuk negara Bagai titisan Dewa-Batara beliau menyapu duka rakyat semua Tunduk setia segenap bumi Jawa, bahkan malah seluruh nusantara.
4.
Tahun Saka masa memanah surya (1256) beliau lahir untuk jadi narpati Selama dalam kandungan di Kahuripan, telah tampak tanda keluhuran Gempa bumi, kepul asap, hujan abu, guruh halilintar menyambar-nyambar Gunung Kampud gemuruh membunuh durjana, penjahat musnah dari Negara.
5.
Itulah tanda bahwa Batara Girinata menjelma bagai raja besar Terbukti, selama bertakhta, seluruh tanah Jawa tunduk menadah p’rintah Wipra, satria, waisya, sudra, keempat kasta sempurna dalam pengabdian Durjana berhenti berbuat jahat, takut akan keberanian Sri Nata.
Pupuh II
1.
Sang Sri Rajapatni yang ternama adalah nenekanda Sri Baginda Seperti titisan Parama Bagawati memayungi jagat raya Selaku wikuni tua tekun berlatih yoga menyembah Buda
Tahun Saka dresti saptaruna (1272) kembali beliau ke Budaloka.
2.
Ketika Sri Rajapatni pulang ke Jinapada, dunia berkabung Kembali gembira bersembah bakti semenjak Baginda mendaki takhta Girang ibunda Tribuwana Wijayatunggadewi mengemban takhta Bagai rani di Jiwana resmi mewakili Sri Narendra-putera.
Pupuh III
1.
Beliau bersembah bakti kepada ibunda Sri Rajapatni Setia mengikuti ajaran Buda, menyekar yang telah mangkat Ayahanda Baginda raja yalah Sri Kertawardana raja Keduanya teguh beriman Buda demi perdamaian praja.
2.
Ayahnya Sri Baginda raja bersemayam di Singasari Bagai Ratnasambawa menambah kesejahteraan bersama Teguh tawakal memajukan kemakmuran rakyat dan negara Mahir mengemudikan perdata, bijak dalam segala kerja.
Pupuh IV
1.
Puteri Rajadewi Maharajasa, ternama rupawan Bertakhta di Daha, cantik tak bertara, bersandar nam guna Adalah bibi Baginda, adik maharani di Jiwana Rani Daha dan rani Jiwana bagai bidadari kembar.
2.
Laki sang rani Sri Wijayarajasa dari negeri Wengker Rupawan bagai titisan Upendra, mashur bagai sarjana Setara raja Singasari, sama teguh di dalam agama Sangat mashurlah nama beliau di seluruh tanah Jawa.
Pupuh V
1.
Adinda Baginda raja di Wilwatikta: Puteri jelita, bersemayam di Lasem Puteri jelita Daha, cantik ternama Indudewi puteri Wijayarajasa.
2.
Dan lagi puteri bungsu Kertawardana Bertakhta di Pajang, cantik tidak bertara Puteri Sri Narapati Jiwana yang mashur Terkenal sebagai adinda Sri Baginda.
Pupuh VI
1.
Telah dinobatkan sebagai raja tepat menurut rencana Laki tangkas rani Lasem bagai raja daerah Matahun Bergelar Rajasawardana sangat bagus lagi putus dalam naya Raja dan rani terpuji laksana Asmara dengan Pinggala.
2.
Sri Singawardana, rupawan, bagus, muda, sopan dan perwira Bergelar raja Paguhan, beliaulah suami rani Pajang Mulia perkawinannya laksana Sanatkumara dan Dewi Ida Bakti kepada raja, cinta sesama, membuat puas rakyat.
3.
Bhre Lasem Menurunkan puteri jelita Nagarawardani Bersemayam sebagai permaisuri pangeran di Wirabumi Rani Pajang menurunkan Bhre Mataram Sri Wikramawardana Bagaikan titisan Hyang Kumara, wakil utama Sri Narendra.
4.
Puteri bungsu rani Pajang mem’rintah daerah Pawanuhan Berjuluk Surawardani masih muda indah laksana gambar Para raja pulau Jawa masing-masing mempunyai negara Dan Wilwatikta tempat mereka bersama menghamba Sri Nata.
Pupuh VII
1.
Melambung kidung merdu pujian sang prabu, beliau membunuh musuh-musuh, Bagai matahari menghembus kabut, menghimpun negara di dalam kuasa Girang janma utama bagai bunga tunjung, musnah durjana bagai kumuda Dari semua desa di wilayah negara pajak mengalir bagai air.
2.
Raja menghapus duka si murba sebagai Satamanyu menghujani bumi Menghukum penjahat bagai dewa Yana, menimbun harta bagaikan Waruna Para telik masuk menembus segala tempat laksana Hyang Batara Bayu Menjaga pura sebagai dewi Pretiwi, rupanya bagus seperti bulan.
3.
Seolah-olah Sang Hyang Kama menjelma, tertarik oleh keindahan pura Semua para puteri dan isteri sibiran dahi Sri Ratih Namun sang permaisuri, keturunan Wijayarajasa, tetap paling cantik Paling jelita bagaikan Susumna, memang pantas jadi imbangan Baginda.
4.
Berputeralah beliau puteri mahkota Kusumawardani, sangat cantik Sangat rupawan jelita mata, lengkung lampai, bersemayam di Kabalan Sang menantu Sri Wikramawardana memegang perdata seluruh negara Sebagai dewa-dewi mereka bertemu tangan, menggirangkan pandang.
Pupuh VIII
1.
Tersebut keajaiban kota: tembok batu merah, tebal tinggi, mengitari pura Pintu barat bernama Pura Waktra, menghadap ke lapangan luas, bersabuk parit. Pohon brahmastana berkaki bodi, berjajar panjang, rapi berbentuk aneka ragam. Di situlah tempat tunggu para tanda terus-menerus meronda, jaga paseban.
2.
Di sebelah utara bertegak gapura permai dengan pintu besi penuh berukir Di sebelah timur: panggung luhur, lantainya berlapis batu, putih-putih mengkilat, Di bagian utara, di selatan pekan, rumah berjejal jauh memanjang, sangat indah, Di selatan jalan perempat: balai prajurit tempat pertemuan tiap Caitra.
3.
Balai agung Manguntur dengan balai Witana di tengah, menghadap padang watangan Yang meluas ke empat arah; bagaian utara paseban pujangga dan menteri. Bagian timur paseban pendeta Siwa-Buda, yang bertugas membahas upacara. Pada masa grehana bulan Palguna demi keselamatan seluruh dunia.
4.
Di sebelah timur pahoman berkelompok tiga-tiga mengitari kuil siwa Di sebelah tempat tinggal wipra utama, tinggi bertingkat, menghadap panggung korban. Bertegak di halaman sebelah barat; di utara tempat Buda bersusun tiga. Puncaknya penuh berukir; berhamburan bunga waktu raja turun Berkorban.
5.
Di dalam, sebelah selatan Manguntur tersekat pintu, itulah paseban Rumah bagus berjajar mengapit jalan ke barat, disela tanjung berbunga Lebat. Agak jauh di sebelah barat daya: panggung tempat berkeliaran para perwira Tepat di tengah-tengah halaman bertegak mandapa penuh burung ramai Berkicau.
6.
Di dalam, di selatan ada lagi paseban memanjang ke pintu keluar pura yang kedua.
Dibuat bertingkat-tangga, tersekat-sekat, masing-masing berpintu sendiri Semua balai bertulang kuat bertiang kokoh, papan rusuknya tiada tercela Para prajurit silih berganti, bergilir menjaga pintu, sambil bertukar Tutur.
Pupuh IX
1.
Inilah para penghadap: pengalasan Ngaran, jumlahnya tak terbilang Nyu Gading Janggala-Kediri, Panglarang, Rajadewi, tanpa upama Waisangka kapanewon Sinelir, para perwira Jayengprang Jayagung Dan utusan Pareyok Kayu Apu, orang Gajahan, dan banyak lagi.
2.
Begini keindahan lapang watangan luas bagaikan tak berbatas Menteri, bangsawan, pembantu raja di Jawa, di deret paling muka Bhayangkari tingkat tinggi berjejal menyusul di deret yang kedua, Di sebelah utara pintu istana, di selatan satria dan pujangga.
3.
Di bagian barat: beberapa balai memanjang sampai mercudesa, Penuh sesak pegawai dan pembantu serta para perwira penjaga, Di bagian selatan agak jauh: beberapa ruang, mandapa dan balai, Tempat tinggal abdi Sri narapati Paguhan, bertugas menghadap.
4.
Masuk pintu kedua, terbentang halaman istana berseri-seri, Rata dan luas, dengan rumah indah berisi kursi-kursi berhias, Di sebelah timur menjulang rumah tinggi berhias lambang kerajaan, Itulah balai tempat terima tatamu Sri nata di Wilwatikta.
Pupuh X
1.
Inilah pembesar yang sering menghadap di balai witana, Wredamentri, tanda menteri pasangguhan dengan pengiring, Sang Panca Wilwatikta: mapatih, demung, kanuruhan, rangga, Tumenggung, lima priyayi agung yang akrab dengan istana.
2.
Semua patih, demung negara bawahan dan pengalasan, Semua pembesar daerah yang berhati tetap dan teguh, Jika datang, berkumpul di kepatihan seluruh negara, Lima menteri utama, yang mengawal urusan negara.
3.
Satria, pendeta, pujangga, para wipra, jika menghadap, Berdiri di bawah lindungan asoka di sisi witana, Begitu juga dua dharmadhyaksa dan tujuh pembantunya, Bergelar arya, tangkas tingkahnya, pantas menjadi teladan.
Pupuh XI
1.
Itulah penghadap balai witana, tempat takhta, yang terhias serba bergas, Pantangan masuk ke dalam istana timur, agak jauh dari pintu pertama, Ke Istana Selatan, tempat Singawardana, permaisuri, putra dan putrinya, Ke Istana Utara, tempat Kertawardana. Ketiganya bagai kahyangan.
2.
Semua rumah bertiang kuat, berukir indah, dibuat berwarna-warni, Kakinya dari batu merah pating berunjul, bergambar aneka lukisan, Genting atapnya bersemarak serba meresapkan pandang, menarik Perhatian, Bunga tanjung, kesara, campaka dan lain-lainnya terpencar di halaman.
Pupuh XII
1.
Teratur rapi semua perumahan sepanjang tepi benteng Timur tempat tinggal pemuka pendeta Siwa Hyang Brahmaraja, Selatan Buda-sangga dengan Rangkanadi sebagai pemuka Barat tempat arya, menteri dan sanak-kadang adiraja.
2.
Di timur, tersekat lapangan, menjulang istana ajaib, Raja Wengker dan rani Daha penaka Indra dan Dewi Saci, Berdekatan dengan istana raja Matahun dan rani Lasem, Tak jauh di sebelah selatan raja Wilwatikta.
3.
Di sebelah utara pasar: rumah besar bagus lagi tinggi, Di situ menetap patih Daha, adinda Baginda di wengker, Batara Narapati, termashur sebagai tulang punggung praja, Cinta taat kepada raja, perwira, sangat tangkas dan bijak.
4.
Di timur laut rumah patih Wilwatikta, bernama Gajah Mada, Menteri wira, bijaksana, setia bakti kepada Negara, Fasih bicara, teguh tangkas, tenang tegas, cerdik lagi jujur, Tangan kanan maharaja sebagai, penggerak roda Negara.
5.
Sebelah selatan puri, gedung kejaksaan tinggi bagus, Sebelah timur perumahan Siwa, sebelah barat Buda, Terlangkahi rumah para menteri, para arya dan satria, Perbedaan ragam pelbagai rumah menambah indahnya pura.
6.
Semua rumah memancarkan sinar warnanya gilang-cemerlang, Menandingi bulan dan matahari, indah tanpa upama, Negara-negara di nusantara, dengan Daha bagai pemuka, Tunduk menengadah, berlindung di bawah Wilwatika.
Pupuh XIII
1.
Terperinci demi pulau negara bawahan, paling dulu M’layu: Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya pun ikut juga disebut Daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane Kampe, Haru serta Mandailing, Tamihang, negara Perlak dan Padang.
2.
Lwas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus Itulah terutama negara-negara Melayu yang t’lah tunduk, Negara-negara di pulau Tanjungnegara: Kapuas-Katingan Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut.
Pupuh XIV
1.
Kadandangan, Landa Samadang dan Tirem tak terlupakan Sedu, Barune (ng), Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei, Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura.
2.
Di Hujung Medini Pahang yang disebut paling dahulu, Berikut Langkasuka, Saimwang, Kelantan serta Trengganu, Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah, Jerai, Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun.
3.
Di sebelah timur Jawa seperti yang berikut: Bali dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah, Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo, Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kendali sekaligus.
4.
Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah, Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya, Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk, Sampai Udamakatraya dan pulau lain-lainnya tunduk.
5.
Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot, Muar, Lagi pula Wanda (n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin, Seran, Timor, dan beberapa lagi pulau-pulau lain.
Pupuh XV
1.
Inilah nama negara asing yang mempunyai hubungan, Siam dengan Ayudyapura, begitu pun Darmanagari, Marutma, Rajapura, begitu juga Singanagari, Campa, Kamboja dan Yawana yalah negara sahabat.
2.
Tentang pulau Madura, tidak dipandang negara asing, Karena sejak dahulu dengan Jawa menjadi satu, Konon tahun Saka lautan menantang bumi, itu saat, Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh.
3.
Semenjak nusantara menadah perintah Sri Baginda, Tiap musim tertentu mempersembahkan pajak upeti, Terdorong keinginan akan menambah kebahagiaan, Pujangga dan pegawai diperintah menarik upeti.
Pupuh XVI
1.
Pujangga-pujangga yang lama berkunjung di nusantara, Dilarang mengabaikan urusan negara, mengejar untung, Seyogyanya, jika mengemban perintah ke mana juga, Menegakkan agama Siwa, menolak ajaran sesat.
2.
Konon kabarnya para pendeta penganut Sang Sugata, Dalam perjalanan mengemban perintah Baginda Nata, Dilarang menginjak tanah sebelah barat pulau Jawa, Karena penghuninya bukan penganut ajaran Buda.
3.
Tanah sebelah timur Jawa terutama Gurun, Bali, Boleh dijelajah tanpa ada yang dikecualikan, Bahkan menurut kabaran mahamuni Empu Barada, Serta raja pendeta Kuturan telah bersumpah teguh.
4.
Para pendeta yang mendapat perintah untuk bekerja, Dikirim ke timur ke barat, di mana mereka sempat, Melakukan persajian seperti perintah Sri Nata, Resap terpandang mata jika mereka sedang mengajar.
5.
Semua negara yang tunduk setia menganut perintah, Dijaga dan dilindungi Sri Nata dari pulau Jawa, Tapi yang membangkang, melanggar perintah, dibinasakan, Pimpinan angkatan laut, yang telah mashur lagi berjasa.
Pupuh XVII
1.
Telah tegak teguh kuasa Sri Nata di Jawa dan wilayah nusantara, Di Sripalatikta tempat beliau bersemayam, menggerakkan roda dunia, Tersebar luas nama beliau, semua penduduk puas, girang dan lega, Wipra, pujangga dan semua penguasa ikut menumpang menjadi mashur.
2.
Sungguh besar kuasa dan jasa beliau, raja agung dan raja utama, Lepas dari segala duka, mengeyam hidup penuh segala kenikmatan, Terpilih semua gadis manis di seluruh wilayah Janggala Kediri, Berkumpul di istana bersama yang terampas dari negara tetangga.
3.
Segenap tanah Jawa bagaikan satu kota di bawah kuasa Baginda, Ribuan orang berkunjung laksana bilangan tentara yang mengepung pura, Semua pulau laksana daerah pedusunan tempat menimbun bahan makanan, Gunung dan rimba hutan penaka taman hiburan terlintas tak berbahaya.
4.
Tiap bulan sehabis musim hujan beliau biasa pesiar keliling, Desa Sima di sebelah selatan Jalagiri, di sebelah timur pura, Ramai tak ada hentinya selama pertemuan dan upacara prasetyan, Girang melancong mengunjungi Wewe Pikatan setempat dengan candi Lima.
5.
Atau pergilah beliau bersembah bakti ke hadapan Hyang Acalapati, Biasanya terus menuju Blitar, Jimur mengunjungi gunung-gunung permai, Di Daha terutama ke Polaman, ke Kuwu dan Lingga hingga desa Bangin, Jika sampai di Jenggala, singgah di Surabaya, terus menuju Buwun.
6.
Tahun Aksatisurya (1275) sang prabu menuju Pajang membawa banyak pengiring, Tahun Saka angga-naga-aryama (1276) ke Lasem, melintasi pantai samudra, Tahun Saka pintu-gunung-mendengar-indu (1279) ke laut selatan menembus hutan, Lega menikmati pemandangan alam indah Lodaya, Tetu dan Sideman.
7.
Tahun Saka seekor-naga-menelan bulan (1281) di Badrapada bulan tambah, Sri Nata pesiar keliling seluruh negara menuju kota Lumajang, Naik kereta diiringi semua raja Jawa serta permaisuri dan abdi, Menteri, tanda, pendeta, pujangga, semua para pembesar ikut serta.
8.
Juga yang menyamar Prapanca girang turut mengiring paduka Maharaja, Tak tersangkal girang sang kawi, putera pujangga, juga pencinta kakawin, Dipilih Sri Baginda sebagai pembesar kebudaan mengganti sang ayah, Semua pendeta Buda umerak membicarakan tingkah lakunya dulu.
9.
Tingkah sang kawi waktu muda menghadap raja, berkata, berdamping, tak lain, Maksudnya mengambil hati, agar disuruh ikut beliau ke mana juga, Namun belum mampu menikmati alam, membinanya, mengolah dan menggubah, Karya kakawin; begitu warna desa sepanjang marga terkarang berturut.
10.
Mula-mula melalui Japan dengan asrama dan candi-candi ruk-rebah, Sebelah timur Tebu, hutan Pandawa, Daluwang, Bebala di dekat Kanci, Ratnapangkaja serta Kuti Haji Pangkaja memanjang bersambung-sambungan, Mandala Panjrak, Pongging serta Jingan, Kuwu Hanyar letaknya di tepi Jalan.
11.
Habis berkunjung pada candi makam Pancasara, menginap di Kapulungan, Selanjutnya sang kawi bermalam di Waru, di Hering, tidak jauh dari pantai, Yang mengikuti ketetapan hukum jadi milik kepala asrama Saraya, Tetapi masih tetap dalam tangan lain, rindu termenung-menung menunggu.
Pupuh XVIII
1.
Seberangkat Sri Nata dari Kapulungan, berdesak abdi berarak, Sepanjang jalan penuh kereta, penumpangnya duduk berimpit-impit, Pedati di muka dan di belakang, di tengah prajurit berjalan kaki, Berdesak-desakan, berebut jalan dengan binatang gajah dan kuda.
2.
Tak terhingga jumlah kereta, tapi berbeda-beda tanda cirinya, Meleret berkelompok-kelompok, karena tiap ment’ri lain lambangnya, Rakrian sang menteri patih amangkubumi penatang kerajaan, Keretanya beberapa ratus berkelompok dengan aneka tanda.
3.
Segala kereta Sri Nata Pajang semua bergambar matahari, Semua kereta Sri Nata Lasem bergambar cemerlang banteng putih, Kendaraan Sri Nata Daha bergambar Dahakusuma mas mengkilat, Kereta Sri Nata Jiwana berhias bergas menarik perhatian.
4.
Kereta Sri Nata Wilwatikta tak ternilai, bergambar buah maja, Beratap kain geringsing, berhias lukisan mas, bersinar merah indah, Semua pegawai, parameswari raja dan juga rani Sri Sudewi, Ringkasnya para wanita berkereta merah, berjalan paling muka.
5.
Kereta Sri Nata berhias mas dan ratna manikam paling belakang, Jempana-jempana lainnya bercadar beledu, meluap gemerlap, Rapat rampak prajurit pengiring Janggala Kediri, Panglarang, Sedah, Bhayangkari gem’ruduk berbondong-bondong naik gajah dan kuda.
6.
Pagi-pagi telah tiba di Pancuran Mungkur; Sri Nata ingin rehat, Sang rakawi menyidat jalan, menuju Sawungan mengunjungi akrab, Larut matahari berangkat lagi tepat waktu Sri Baginda lalu, Ke arah timur menuju Watu Kiken, lalu berhenti di Matanjung.
7.
Dukuh sepi kebudaan dekat tepi jalan, pohonnya jarang-jarang, Berbeda-beda namanya Gelanggang, Badung, tidak jauh dari Barungbung, Tak terlupakan Ermanik, dukuh teguh-taat kepada Yanatraya, Puas sang dharmadhyaksa mencicipi aneka jamuan makan dan minum.
8.
Sampai di Kulur, Batang di Gangan Asem perjalanan Sri Baginda Nata, Hari mulai teduh, surya terbenam, telah gelap pukul tujuh malam, Baginda memberi perintah memasang tenda di tengah-tengah sawah, Sudah siap habis makan, cepat-cepat mulai membagi-bagi tempat.
Pupuh XIX
1.
Paginya berangkat lagi menuju Baya, rehat tiga hari tiga malam, Dari Baya melalui Katang, Kedung Dawa, Rame, menuju Lampes,Times, Serta biara pendeta di Pogara mengikut jalan pasir lemah-lembut, Menuju daerah Beringin Tiga di Dadap, kereta masih terus lari.
2.
Tersebut dukuh kasogatan Madakaripura dengan pemandangan indah, Tanahnya anugerah Sri Baginda kepada Gajah Mada, teratur rapi, Di situlah Baginda menempati pasanggrahan yang terhias sangat bergas, Sementara mengunjungi mata air, dengan ramah melakukan mandi-bakti.
Pupuh XX
1.
Sampai di desa kasogatan Baginda dijamu makan minum, Pelbagai penduduk Gapuk, Sada, Wisisaya, Isanabajra, Ganten, Poh, Capahan, Kalampitan, Lambang, Kuran, Pancar, We Petang, Yang letaknya di lingkungan biara, semua datang menghadap.
2.
Begitu pula desa Tunggilis, Pabayeman ikut berkumpul, Termasuk Ratnapangkaja di Carcan, berupa desa perdikan, Itulah empat belas desa kasogatan yang berakuwu, Sejak dahulu delapan saja yang menghasilkan bahan makanan.
Pupuh XXI
1.
Fajar menyingsing; berangkat lagi Baginda melalui, Lo Pandak, Ranu Kuning, Balerah, Bare-bare, Dawohan, Kapayeman, Telpak, Baremi, Sapang serta Kasaduran, Kereta berjalan cepat-cepat menuju Pawijungan.
2.
Menuruni lurah, melintasi sawah, lari menuju, Jaladipa, Talapika, Padali, Arnon dan Panggulan, Langsung ke Payaman, Tepasana ke arah kota Rembang, Sampai di Kemirahan yang letaknya di pantai lautan.
Pupuh XXII
1.
Di Dampar dan Patunjungan Sri Baginda bercengkerma menyisir tepi lautan, Ke jurusan timur turut pasisir datar, lembut-limbur dilintas kereta, Berhenti beliau di tepi danau penuh teratai, tunjung sedang berbunga, Asyik memandang udang berenang dalam air tenang memperlihatkan dasarnya.
2.
Terlangkahi keindahan air telaga yang lambai-melambai dengan lautan, Danau ditinggalkan, menuju Wedi dan Guntur tersembunyi di tepi jalan, Kasogatan Bajraka termasuk wilayah Taladwaja sejak dulu kala, Seperti juga Patunjungan, akibat perang, belum kembali ke asrama.
3.
Terlintas tempat tersebut, ke timur mengikut hutan sepanjang tepi lautan, Berhenti di Palumbon berburu sebentar, berangkat setelah surya larut, Menyeberangi sungai Rabutlawang yang kebetulan airnya sedang surut, Menuruni lurah Balater menuju pantai lautan, lalu bermalam lagi.
4.
Pada waktu fajar menyingsing, menuju Kunir Basini, di Sadeng bermalam, Malam berganti malam Baginda pesiar menikmati alam Sarampuan, Sepeninggalnya beliau menjelang kota Bacok bersenang-senang di pantai, Heran memandang karang tersiram riak gelombang berpancar seperti Hujan.
5.
Tapi sang rakawi tidak ikut berkunjung di Bacok, pergi menyidat jalan, Dari Sadeng ke utara menjelang Balung, terus menuju Tumbu dan Habet, Galagah, Tampaling, beristirahat di Renes seraya menanti Baginda, Segera berjumpa lagi dalam perjalanan ke Jayakreta-Wanagriya.
Pupuh XXIII
1.
Melalui Doni Bontong, Puruhan, Bacek, Pakisaji, Padangan terus ke Secang, Terlintas Jati Gumelar, Silabango, Ke utara ke Dewa Rame dan Dukun.
2.
Lalu berangkat lagi ke Pakembangan, Di situ bermalam; segera berangkat, Sampailah beliau ke ujung lurah daya, Yang segera dituruni sampai jurang.
3.
Dari pantai ke utara sepanjang jalan, Sangat sempit, sukar amat dijalani, Lumutnya licin akibat kena hujan, Banyak kereta rusak sebab berlanggar.
Pupuh XXIV
1.
Terlalu lancar lari kereta melintas Palayangan, Dan Bangkong, dua desa tanpa cerita, terus menuju, Sarana, mereka yang merasa lelah ingin berehat, Lainnya bergegas berebut jalan menuju Surabasa.
2.
Terpalang matahari terbenam berhenti di padang lalang, Senja pun turun, sapi lelah dilepas dari pasangan, Perjalanan membelok ke utara melintas Turayan, Beramai-ramai lekas-lekas ingin mencapai Patukangan.
Pupuh XXV
1.
Panjang lamun dikisahkan kelakuan para ment’ri dan abdi, Beramai-ramai Baginda telah sampai di desa Patukangan, Di tepi laut lebar tenang rata terbentang di barat Talakrep, Sebelah utara pakuwuan pasanggrahan Baginda Nata.
2.
Semua menteri, mancanagara hadir di pakuwuan, Juga jaksa Pasungguhan Sang Wangsadiraja ikut menghadap, Para Upapati yang tanpa cela, para pembesar agama, Panji Siwa dan Panji Buda, faham hukum dan putus sastera.
Pupuh XXVI
1.
Sang adipati Suradikara memimpin upacara sambutan, Diikuti segenap penduduk daerah wilayah Patukangan, Menyampaikan persembahan, girang bergilir dianugerahi kain, Girang rakyat girang raja, pakuwuan berlimpah kegirangan.
2.
Untuk pemandangan ada rumah dari ujung memanjang ke lautan, Aneka bentuknya, rakit halamannya, dari jauh bagai pulau, Jalannya jembatan goyah kelihatan bergoyang ditempuh ombak, Itulah buatan sang arya bagai persiapan menyambut raja.
Pupuh XXVII
1.
Untuk mengurangi sumuk akibat teriknya matahari, Baginda mendekati permaisuri seperti dewa-dewi, Para puteri laksana apsari turun dari kahyangan, Hilangnya keganjilan berganti pandang penuh heran-cengang.
2.
Berbagai-bagai permainan diadakan demi kesukaan, Berbuat segala apa yang membuat gembira penduduk, Menari topeng, bergumul, bergulat, membuat orang kagum, Sungguh beliau dewa menjelma, sedang mengedari dunia.
Pupuh XXVIII
1.
Selama kunjungan di desa Patukangan, Para menteri dari Bali dan Madura, Dari Balumbung, kepercayaan Baginda, Menteri seluruh Jawa Timur berkumpul.
2.
Persembahan bulu bekti bertumpah-limpah, Babi, gudel, kerbau, sapi, ayam dan anjing, Bahan kain yang diterima bertumpuk timbun, Para penonton tercengang-cengang, memandang.
3.
Tersebut keesokan hari pagi-pagi, Baginda keluar di tengah-tengah rakyat, Diiringi para kawi serta pujangga, Menabur harta, membuat gembira rakyat.
Pupuh XXIX
1.
Hanya pujangga yang menyamar Prapanca sedih tanpa upama, Berkabung kehilangan kawan kawi-Buda Panji Kertayasa, Teman bersuka-ria, teman karib dalam upacara ‘gama, Beliau dipanggil pulang, sedang mulai menggubah karya megah.
2.
Kusangka tetap sehat, sanggup mengantar aku ke mana juga, Beliau tahu tempat-tempat mana yang layak pantas dilihat, Rupanya sang pujangga ingin mewariskan karya megah indah, Namun, mangkatlah beliau, ketika aku tiba, tak terduga.
3.
Itulah lantarannya aku turut berangkat ke desa Keta, Meliwati Tal Tunggal, Halalang-panjang, Pacaran dan Bungatan, Sampai Toya Rungun, Walanding, terus Terapas, lalu bermalam, Paginya berangkat ke Lemah Abang, segera tiba di Keta.
Pupuh XXX
1.
Tersebut perjalanan Sri Narapati ke arah barat, Segera sampai Keta dan tinggal di sana lima hari, Girang beliau melihat lautan, memandang balai kambang, Tidak lupa menghirup kesenangan lain sehingga puas.
2.
Atas perintah sang arya semua menteri menghadap, Wiraprana bagai kepala, upapati Siwa-Buda, Mengalir rakyat yang datang sukarela tanpa diundang, Mambawa bahan santapan, girang menerima balasan.
Pupuh XXXI
1.
Keta t’lah ditinggalkan. Jumlah pengiring malah bertambah, Melintasi Banyu Hening, perjalanan sampai Sampora, Terus ke Daleman menuju Wawaru, Gebang, Krebilan, Sampai di Kalayu Baginda berhenti ingin menyekar.
2.
Kalayu adalah nama desa perdikan kasogatan, Tempat candi makam sanak kadang Baginda raja, Penyekaran di makam dilakukan dengan sangat hormat, “Memegat sigi” nama upacara penyekaran itu.
3.
Upacara berlangsung menepati segenap aturan, Mulai dengan jamuan makan meriah tanpa upama, Para patih mengarak Sri Baginda menuju paseban, Genderang dan kendang bergetar mengikuti gerak tandak.
4.
Habis penyekaran raja menghirup segala kesukaan, Mengunjungi desa-desa di sekitarnya genap lengkap, Beberapa malam lamanya berlumba dalam kesukaan, Memeluk wanita cantik dan meriba gadis remaja.
5.
Kalayu ditinggalkan, perjalanan menuju Kutugan, Melalui Kebon Agung, sampai Kambangrawi bermalam, Tanah anugerah Sri Nata kepada Tumenggung Nala, Candinya Buda menjulang tinggi, sangat elok bentuknya.
6.
Perjamuan Tumenggung Empu Nala jauh dari cela, Tidak diuraikan betapa rahap Baginda Nata bersantap, Paginya berangkat lagi ke Halses, B’rurang, Patunjungan, Terus langsung melintasi Patentanan, tarub dan Lesan.
Pupuh XXXII
1.
Segera Sri Baginda sampai di Pajarakan, di sana bermalam pat hari, Di tanah lapang sebelah selatan candi Buda beliau memasang tenda, Dipimpin Arya Sujanottama para mantri dan pendeta datang menghadap, Menghaturkan pacitan dan santapan, girang menerima anugerah uang.
2.
Berangkat dari situ Sri Baginda menuju asrama di rimba Sagara, Mendaki bukit-bukit ke arah selatan dan melintasi terusan Buluh, Melalui wilayah Gede, sebentar lagi sampai di asrama Sagara, Letaknya gaib ajaib di tengah-tengah hutan membangkitkan rasa kagum rindu.
3.
Sang pujangga Prapanca yang memang senang bermenung tidak selalu menghadap, Girang melancong ke taman melepaskan lelah melupakan segala duka, Rela melalaikan paseban mengabaikan tata tertib para pendeta, Memburu nafsu menjelajah rumah berbanjar-banjar dalam deretan berjajar.
4.
Tiba di taman bertingkat, di tepi pesanggrahan tempat bunga tumbuh lebat, Suka cita Prapanca membaca cacahan (pahatan) dengan slokanya di dalam cita, Di atas tiap atap terpahat ucapan seloka yang disertai nama, Pancaksara pada penghabisan tempat terpahat samara-samar, menggirangkan.
5.
Pemandiannya penuh lukisan dongengan berpagar batu gosok tinggi, Berhamburan bunga nagakusuma di halaman yang dilingkungi selokan, Andung, karawira, kayu mas, menur serta kayu puring dan lain-lainnya, Kelapa gading kuning rendah menguntai di sudut mengharu-rindu pandangan.
6.
Tiada sampailah kata meraih keindahan asrama yang gaib dan ajaib, Beratapkan hijuk, dari dalam dan luar berkesan kerasnya tata tertib, Semua para pertapa, wanita dan priya, tua-muda, nampaknya bijak, Luput dari cela dan klesa, seolah-olah Siwapada di atas dunia.
Pupuh XXXIII
1.
Habis berkeliling asrama, Baginda lalu dijamu, Para pendeta pertapa yang ucapannya sedap-resap, Segala santapan yang tersedia dalam pertapaan, Baginda membalas harta, membuat mereka gembira.
2.
Dalam pertukaran kata tentang arti kependetaan, Mereka mencurahkan isi hati, tiada tertahan, Akhirnya cengkerma ke taman penuh dengan kesukaan, Kegirang-girangan para pendeta tercengang memandang.
3.
Habis kesukaan memberi isyarat akan berangkat, Pandang sayang yang ditingggal mengikuti langkah yang pergi, Bahkan yang masih remaja puteri sengaja merenung, Batinnya: dewa asmara turun untuk datang menggoda.
Pupuh XXXIV
1.
Baginda berangkat, asrama tinggal berkabung, Bambu menutup mata sedih melepas selubung, Sirih menangis merintih, ayam roga menjerit, Tiung mengeluh sedih, menitikkan air matanya.
2.
Kereta lari cepat, karena jalan menurun, Melintasi rumah dan sawah di tepi jalan, Segera sampai Arya, menginap satu malam, Paginya ke utara menuju desa Ganding.
3.
Para ment’ri mancanegara dikepalai, Singadikara, serta pendeta Siwa-Buda, Membawa santapan sedap dengan upacara, Gembira dibalas Baginda dengan mas dan kain.
4.
Agak lama berhenti seraya istirahat, Mengunjungi para penduduk segenap desa, Kemudian menuju Sungai Gawe, Sumanding, Borang, Banger, Baremi lalu lurus ke barat.
Pupuh XXXV
1.
Sampai Pasuruan menyimpang jalan ke selatan menuju Kepanjangan, Menganut jalan raya kereta lari beriring-iring ke Andoh Wawang, Ke Kedung Peluk dan ke Hambal, desa penghabisan dalam ingatan, Segera Baginda menuju kota Singasari bermalam di balai kota.
2.
Prapanca tinggal di sebelah barat Pasuruan ingin terus melancong, Menuju asrama Indarbaru yang letaknya di daerah desa Hujung, Berkunjung di rumah pengawasnya, menanyakan perkara tanah asrama, Lempengan piagam pengukuh diperlihatkan, jelas setelah dibaca.
3.
Isi piagam: tanah datar serta lembah dan gunungnya milik wihara, Begitu pula sebagian Markaman, ladang Balunghura, sawah Hujung, Isi piagam membujuk sang pujangga untuk tinggal jauh dari pura, Bila telah habis kerja di pura, ingin ia menyingkir ke Indarbaru.
4.
Sebabnya terburu-buru berangkat setelah dijamu bapa asrama, Karena ingat akan giliran menghadap di balai Singasari, Habis menyekar di candi makam, Baginda mengumbar nafsu kesukaan, Menghirup sari pemandangan di Kedung Biru, Kasurangganan dan Bureng.
Pupuh XXXVI
1.
Pada subakala Baginda berangkat ke selatan menuju Kagenengan, Akan berbakti kepada makam batara bersama segala pengiringnya, Harta, perlengkapan, makanan, dan bunga mengikuti jalannya kendaraan, Didahului kibaran bendera, disambut sorak-sorai dari penonton.
2.
Habis penyekaran, narapati keluar, dikerumuni segenap rakyat, Pendeta Siwa-Buda dan para bangsawan berderet leret di sisi beliau, Tidak diceritakan betapa rahap Baginda bersantap sehingga puas, Segenap rakyat girang menerima anugerah bahan pakaian yang indah.
Pupuh XXXVII
1.
Tersebut keindahan candi makam, bentuknya tiada bertara, Pintu masuk terlalu lebar lagi tinggi, bersabuk dari luar, Di dalam terbentang halaman dengan rumah berderet di tepinya, Ditanami aneka ragam bunga, tanjung, nagasari ajaib.
2.
Menara lampai menjulang tinggi di tengah-tengah, terlalu indah, Seperti gunung Meru, dengan arca batara Siwa di dalamnya, Karena Girinata putera disembah bagai dewa batara, Datu-leluhur Sri Naranata yang disembah di seluruh dunia.
3.
Sebelah selatan candi makam ada candi sunyi terbengkalai, Tembok serta pintunya yang masih berdiri, berciri kasogatan, Lantai di dalam, hilang kakinya bagian barat, tingggal yang timur, Sanggar dan pemujaan yang utuh, bertembok tinggi dari batu merah.
4.
Di sebelah utara, tanah bekas kaki rumah sudahlah rata, Terpencar tanamannya nagapuspa serta salaga di halaman, Di luar gapura pabaktan luhur, tapi telah longsor tanahnya, Halamannya luas tertutup rumput, jalannya penuh dengan lumut.
5.
Laksana perempuan sakit merana lukisannya lesu-pucat, Berhamburan daun cemara yang ditempuh angin, kusut bergelung, Kelapa gading melulur tapasnya, pinang letih lusuh merayu, Buluh gading melepas kainnya, layu merana tak ada hentinya.
6.
Sedih mata yang memandang, tak berdaya untuk menyembuhkan, Kecuali Hayam Wuruk sumber hidup segala makhluk, Beliau mashur bagai raja utama, bijak memperbaiki jagad,
Pengasih bagi yang menderita sedih, sungguh titisan batara.
7.
Tersebut lagi, paginya Baginda berkunjung ke candi Kidal, Sesudah menyembah batara, larut hari berangkat ke Jajago, Habis menghadap arca Jina, beliau berangkat ke penginapan, Paginya menuju Singasari, belum lelah telah sampai Bureng.
Pupuh XXXVIII
1.
Keindahan Bureng: telaga tergumpal airnya jernih, Kebiru-biruan, di tengah: candi karang bermekala, Tepinya rumah berderet, penuh pelbagai ragam bunga, Tujuan para pelancong penyerap sari kesenangan.
2.
Terlewati keindahannya; berganti cerita narpati, Setelah reda terik matahari, melintas tegal tinggi, Rumputnya tebal rata, hijau mengkilat, indah terpandang, Luas terlihat laksana lautan kecil berombak jurang.
3.
Seraya berkeliling kereta lari tergesa-gesa, Menuju Singasari, segera masuk ke pesanggrahan, Sang pujangga singgah di rumah pendeta Buda, sarjana, Pengawas candi dan silsilah raja, pantas dikunjungi.
4.
Telah lanjut umurnya, jauh melintasi seribu bulan, Setia, sopan, darah luhur, keluarga raja dan mashur, Meski sempurna dalam karya, jauh dari tingkah tekebur, Terpuji pekerjaannya, pantas ditiru k’insafannya.
5.
Tamu mendadak diterima dengan girang dan ditegur: “Wahai, orang bahagia, pujangga besar pengiring raja Pelindung dan pengasih keluarga yang mengharap kasih Jamuan apa yang layak bagi paduka dan tersedia?”
6.
Maksud kedatangannya: ingin tahu sejarah leluhur, Para raja yang dicandikan, masih selalu dihadap, Ceriterakanlah mulai dengan Batara Kagenengan, Ceriterakan sejarahnya jadi put’ra Girinata.
Pupuh XXXIX
1.
Paduka Empuku menjawab: “Rakawi, Maksud paduka sungguh merayu hati, Sungguh paduka pujangga lepas budi, Tak putus menambah ilmu, mahkota hidup.
2.
Izinkan saya akan segera mulai: Cita disucikan dengan air sendang tujuh, Terpuji Siwa! Terpuji Girinata! Semoga terhindar aral, waktu bertutur.
3.
Semoga rakawi bersifat pengampun, Di antara kata mungkin terselib salah,
Harap percaya kepada orang tua, Kurang atau lebih janganlah dicela.
Pupuh XL
1.
Pada tahun Saka lautan dasa bulan (1104) ada raja perwira yuda, Putera Girinata, konon kabarnya, lahir di dunia tanpa ibu, Semua orang tunduk, sujud menyembah kaki bagai tanda bakti, Ranggah Rajasa nama beliau, penggempur musuh pahlawan bijak.
2.
Daerah luas sebelah timur gunung Kawi terkenal subur makmur, Di situlah tempat putera sang Girinata menunaikan darmanya, Menggirangkan budiman, menyirnakan penjahat, meneguhkan negara, Ibu negara bernama Kutaraja, penduduknya sangat terganggu.
3.
Tahun Saka lautan dadu Siwa (1144) beliau melawan raja Kediri, Sang adiperwira Kretajaya, putus sastra serta tatwopadesa, Kalah, ketakutan, melarikan diri ke dalam biara terpencil, Semua pengawal dan perwira tentara yang tinggal, mati terbunuh.
4.
Setelah kalah narapati Kediri, Jawa di dalam ketakutan, Semua raja datang menyembah membawa tanda bakti hasil tanah, Bersatu Janggala Kediri di bawah kuasa satu raja sakti,
Cikal bakal para raja agung yang akan memerintah pulau Jawa.
5.
Makin bertambah besar kuasa dan megah putera sang Girinata, Terjamin keselamatan pulau Jawa selama menyembah kakinya, Tahun Saka muka lautan Rudra (1149) beliau kembali ke Siwa pada, Dicandikan di Kagenengan bagai Siwa, di Usana bagai Buda.
Pupuh XLI
1.
Batara Anusapati, putera Baginda, berganti dalam kekuasaan, Selama pemerintahannya, tanah Jawa kokoh sentosa, bersembah bakti, Tahun Saka perhiasan gunung Sambu (1170) beliau pulang ke Siwaloka, Cahaya beliau diujudkan arca Siwa gemilang di candi makam Kidal.
2.
Batara Wisnuwardana, putera Baginda, berganti dalam kekuasaan, Beserta Narasinga bagai Madawa dengan Indra memerintah negara, Beliau memusnahkan perusuh Linggapati serta segenap pengikutnya, Takut semua musuh kepada beliau, sungguh titisan Siwa di bumi.
3.
Tahun Saka rasa gunung bulan (1176) Batara Wisnu menobatkan puteranya, Segenap rakyat Kediri Janggala berduyun-duyun ke pura mangastubagia, Raja Kertanagara nama gelarannya, tetap demikian seterusnya, Daerah Kutaraja bertambah makmur, berganti nama praja Singasari.
4.
Tahun Saka awan sembilan mengebumikan tanah (1192) raja Wisnu berpulang, Dicandikan di Waleri berlambang arca Siwa, di Jajago arca Buda, Sementara itu Batara Narasingamurti pun pulang ke Surapada, Dicandikan di Wengker, di Kumeper diarcakan bagai Siwa mahadewa.
5.
Tersebut Sri Baginda Kertanagara membinasakan perusuh, penjahat, Bersama Cayaraja, musnah pada tahun Saka naga mengalahkan bulan (1192), Tahun Saka muda bermuka rupa (1197) Baginda menyuruh tundukkkan Melayu, Berharap Melayu takut kedewaan beliau, tunduk begitu sahaja.
Pupuh XLII
1.
Tahun Saka janma sunyi surya (1202) Baginda raja memberantas penjahat, Mahisa Rangga, karena jahat tingkahnya dibenci seluruh negara, Tahun Saka badan langit surya (1206) mengirim utusan menghancurkan Bali, Setelah kalah rajanya menghadap Baginda sebagai orang tawanan.
2.
Begitulah dari empat jurusan orang lari berlindung di bawah Baginda, Seluruh Pahang, segenap Melayu tunduk menekur di hadapan beliau, Seluruh Gurun, segenap Bakulapura lari mencari perlindungan, Sunda Madura tak perlu dikatakan, sebab sudah terang setanah Jawa.
3.
Jauh dari tingkah alpa dan congkak, Baginda waspada tawakal dan bijak, Faham akan segala seluk beluk pemerintahan sejak zaman Kali, Karenanya tawakal dalam agama dan tapa untuk teguhnya ajaran Buda, Menganut jejak para leluhur demi keselamatan seluruh praja.
Pupuh XLIII
1.
Menurut kabaran sastra raja Pandawa memerintah sejak zaman Dwapara, Tahun Saka lembu gunung indu tiga (3179) beliau pulang ke Budaloka, Sepeninggalnya datang zaman Kali, dunia murka, timbul huru hara, Hanya batara raja yang faham dalam nam guna, dapat menjaga Jagad.
2.
Itulah sebabnya Baginda teguh bakti menyembah kaki Sakyamuni, Teguh tawakal memegang pancasila, laku utama, upacara suci, Gelaran Jina beliau yang sangat mashur yalah Sri Jnyanabadreswara, Putus dalam filsafat, ilmu bahasa dan lain pengetahuan agama.
3.
Berlumba-lumba beliau menghirup sari segala ilmu kebatinan, Pertama-tama tantra Subuti diselami, intinya masuk ke hati, Melakukan puja, yoga, samadi demi keselamatan seluruh praja, Menghindarkan tenung, mengindahkan anugerah kepada rakyat murba.
4.
Di antara para raja yang lampau tidak ada yang setara beliau, Faham akan nan guna, sastra, tatwopadesa, pengetahuan agama, Adil, teguh dalam Jinabrata dan tawakal kepada laku utama, Itulah sebabnya beliau turun-temurun menjadi raja pelindung.
5.
Tahun Saka laut janma bangsawan yama (1214) Baginda pulang ke Jinalaya, Berkat pengetahuan beliau tentang upacara, ajaran agama, Beliau diberi gelaran: Yang Mulia bersemayam di alam Siwa-Buda, Di makam beliau bertegak arca Siwa-Buda terlampau indah permai.
6.
Di Sagala ditegakkan pula arca Jina sangat bagus dan berkesan, Serta arca Ardanareswari bertunggal dengan arca Sri Bajradewi, Teman kerja dan tapa demi keselamatan dan kesuburan negara, Hyang Wairocana-Locana bagai lambangnya pada arca tunggal, terkenal.
Pupuh XLIV
1.
Tatkala Sri Baginda Kertanagara pulang ke Budabuana, Merata takut, duka, huru hara, laksana zaman Kali kembali, Raja bawahan bernama Jayakatwang, berwatak terlalu jahat,
Berkhianat, karena ingin berkuasa di wilayah Kediri.
2.
Tahun Saka laut manusia (1144) itulah sirnanya raja Kertajaya, Atas perintah Siwaput’ra Jayasaba berganti jadi raja, Tahun Saka delapan satu satu (1180) Sastrajaya raja Kediri, Tahun tiga sembilan Siwa raja (1193) Jayakatwang raja terakhir.
3.
Semua raja berbakti kepada cucu putera Girinata, Segenap pulau tunduk kepada kuasa raja Kertanagara, Tetapi raja Kediri Jayakatwang membuta dan mendurhaka, Ternyata damai tak baka akibat bahaya anak piara Kali.
4.
Berkat keulungan sastra dan keuletannya jadi raja sebentar, Lalu ditundukkan putera Baginda; ketenteraman kembali, Sang menantu Dyah Wijaya, itu gelarnya yang terkenal di dunia, Bersekutu dengan bangsa Tatar, menyerang melebur Jayakatwang.
Pupuh XLV
1.
Sepeninggal Jayakatwang jagad gilang-cemerlang kembali, Tahun Saka masa rupa surya (1216) beliau menjadi raja, Disembah di Majapahit, k’sayangan rakyat, pelebur musuh, Bergelar Sri Narapati Kretarajasa Jayawardana.
2.
Selama Kretarajasa Jayawardana duduk di takhta, Seluruh tanah Jawa bersatu padu, tunduk menengadah, Girang memandang pasangan Baginda empat jumlahnya, Puteri Kertanagara cantik-cantik bagai bidadari.
Pupuh XLVI
1.
Sang Parameswari Tribuwana yang sulung, luput dari cela, Lalu Parameswari Mahadewi, rupawan tidak bertara, Prajnyaparamita Jayendradewi, cantik manis m’nawan hati, Gayatri, yang bungsu, paling terkasih, digelarai Rajapatni.
2.
Perkawinan beliau dalam kekeluargaan tingkat tiga, Karena Batara Wisnu dengan Batara Narasingamurti, Akrab tingkat pertama; Narasinga menurunkan Dyah Lembu Tal, Sang perwira yuda, dicandikan di Mireng dengan arca Buda.
Pupuh XLVII
1.
Dyah Lembu Tal itulah bapa Baginda Nata, Dalam hidup atut runtun sepakat sehati, Setitah raja diturut, menggirangkan pandang, Tingkah laku mereka semua meresapkan,
2.
Tersebut tahun Saka tujuh orang dan surya (1217), Baginda menobatkan put’ranya di Kediri, Perwira, bijak, pandai, putera Indreswari, Bergelar Sang raja putera Jayanagara.
3.
Tahun Saka surya mengitari tiga bulan (1231), Sang prabu mangkat, ditanam di dalam pura, Antahpura, begitu nama makam beliau, Dan di makam Simping ditegakkan arca Siwa.
Pupuh XLVIII
1.
Beliau meninggalkan Jayanagara sebagai raja Wilwatikta, Dan dua orang puteri keturunan Rajapatni, terlalu cantik, Bagai dewi Ratih kembar, mengalahkan rupa semua bidadari, Yang sulung jadi rani di Jiwana, yang bungsu jadi rani Daha.
2.
Tersebut pada tahun Saka mukti guna memaksa rupa (1238) bulan Madu, Baginda Jayanagara berangkat ke Lumajang menyirnakan musuh, Kotanya Pajarakan dirusak, Nambi sekeluarga dibinasakan, Giris miris segenap jagad melihat keperwiraan Sri Baginda.
3.
Tahun Saka bulatan memanah surya (1250) beliau berpulang, Segera dimakamkan di dalam pura berlambang arca Wisnuparama, Di Sila Petak dan Bubat ditegakkan arca Wisnu terlalu indah, Di Sukalila terpahat arca Buda sebagai jelmaan Amogasidi.
Pupuh XLIX
1.
Tahun Saka Uma memanah dwi rupa (1256), Rani Jiwana Wijayatunggadewi, Bergilir mendaki takhta Wilwatikta, Didampingi raja put’ra Singasari.
2.
Atas perintah ibunda Rajapatni, Sumber bahagia dan pangkal kuasa, Beliau jadi pengemban dan pengawas, Raja muda, Sri Baginda Wilwatikta.
3.
Tahun Saka api memanah hari (1253), Sirna musuh di Sadeng, Keta diserang, Selama bertakhta, semua terserah, Kepada menteri bijak, Mada namanya.
4.
Tahun Saka panah musim mata pusat (1265), Raja Bali yang alpa dan rendah budi, Diperangi, gugur bersama balanya, Menjauh segala yang jahat, tenteram.
5.
Begitu ujar Dang Acarya Ratnamsah, Sungguh dan mengharukan ujar Sang Kaki, Jelas keunggulan Baginda di dunia, Dewa asalnya, titisan Girinata.
6.
Barangsiapa mendengar kisah raja, Tak puas hatinya, bertambah baktinya, Pasti takut melakukan tidak jahat, Menjauhkan diri dari tindak durhaka.
7.
Paduka Empu minta maaf berkata: “Hingga sekian kataku, sang rakawi Semoga bertambah pengetahuanmu Bagai buahnya, gubahlah puja sastra”.
8.
Habis jamuan rakawi dengan sopan, Minta diri kembali ke Singasari, Hari surut sampai pesanggrahan lagi, Paginya berangkat menghadap Baginda.
Pupuh L
1.
Tersebut Baginda Raja berangkat berburu, Berlengkap dengan senjata, kuda dan kereta, Dengan bala ke hutan Nandawa, rimba belantara, Rungkut rimbun penuh gelagah rumput rampak.
2.
Bala bulat beredar membuat lingkaran, Segera siap kereta berderet rapat, Hutan terkepung, terperanjat kera menjerit, Burung ribut beterbangan berebut dulu.
3.
Bergabung sorak orang berseru dan membakar, Gemuruh bagaikan deru lautan mendebur, Api tinggi menyala menjilat udara, Seperti waktu hutan Kandawa terbakar.
4.
Lihat rusa-rusa lari lupa darat, Bingung berebut dahulu dalam rombongan, Takut miris menyebar, ingin lekas lari, Malah menengah berkumpul tumpuk timbun.
5.
Banyaknya bagai banteng di dalam Gobajra, Penuh sesak, bagai lembu di Wresabapura, Celeng, banteng, rusa, kerbau, kelinci, Biawak, kucing, kera, badak dan lainnya.
6.
Tertangkap segala binatang dalam hutan, Tak ada yang menentang, semua bersatu, Srigala gagah, yang bersikap tegak-teguh, Berunding dengan singa sebagai ketua.
Pupuh LI
1.
Izinkanlah saya bertanya kepada sang raja satwa, Sekarang raja merayah hutan, apa yang diperbuat? Menanti mati sambil berdiri ataukah kita lari, Atau tak gentar serentak melawan, jikalau diserang?
2.
Seolah-olah demikian kata srigala dalam rapat, Kijang, kaswari, rusa dan kelinci serempak menjawab: “Hemat patik tidak ada jalan lain kecuali lari Lari mencari keselamatan diri sedapat mungkin”.
3.
Banteng, kerbau, lembu serta harimau serentak berkata: “Amboi! Celaka bang kijang, sungguh binatang hina lemah Bukanlah sifat perwira lari, atau menanti mati, Melawan dengan harapan menang, itulah kewajiban.”
4.
Jawab singa: Usulmu berdua memang pantas diturut, Tapi harap dibedakan, yang dihadapi baik atau buruk, Jika penjahat, terang kita lari atau kita lawan, Karena sia-sia belaka, jika mati terbunuh olehnya.
5.
Jika kita menghadapi tripaksa, resi Siwa-Buda, Seyogyanya kita ikuti saja jejak sang pendeta, Jika menghadapi raja berburu, tunggu mati saja, Tak usah engkau merasa enggan menyerahkan hidupmu.
6.
Karena raja berkuasa mengakhiri hidup makhluk, Sebagai titisan Batara Siwa berupa narpati, Hilang segala dosanya makhluk yang dibunuh beliau, Lebih utama daripada terjun ke dalam telaga.
7.
Siapa di antara sesama akan jadi musuhku? Kepada tripaksa aku takut, lebih utama menjauh, Niatku, jika berjumpa raja, akan menyerahkan hidup, Mati olehnya, tak akan lahir lagi bagai binatang.
Pupuh LII
1.
Bagaikan katanya: “Marilah berkumpul!”, Kemudian serentak maju berdesak, Prajurit darat yang terlanjur langkahnya, Tertahan tanduk satwa, lari kembali.
2.
Tersebut adalah prajurit berkuda, Bertemu celeng sedang berdesuk kumpul, Kasihan! Beberapa mati terbunuh, Dengan anaknya dirayah tak berdaya.
3.
Lihatlah celeng jalang maju menerjang, Berempat, berlima, gemuk, tinggi, marah, Buas membekos-bekos, matanya merah, Liar dahsyat, saingnya seruncing golok.
Pupuh LIII
1.
Tersebut pemburu kijang rusa riuh seru menyeru, Ada satu yang tertusuk tanduk, lelah lambat jalannya, Karena luka kakinya, darah deras meluap-luap, Lainnya mati terinjak-injak, menggelimpang kesakitan.
2.
Bala kembali berburu, berlengkap tombak serta lembing, Berserak kijang rusa di samping bangkai bertumpuk timbun, Banteng serta binatang galak lainnya bergerak menyerang, Terperanjat bala raja bercicir lari tunggang langgang.
3.
Ada yang lari berlindung di jurang, semak, kayu rimbun, Ada yang memanjat pohon, ramai mereka berebut puncak, Kasihanlah yang memanjat pohon tergelincir ke bawah, Betisnya segera diseruduk dengan tanduk, pingsanlah!.
4.
Segera kawan-kawan datang menolong dengan kereta, Menombak, melembing, menikam, melanting, menjejak-jejak, Karenanya badak mundur, meluncur berdebak gemuruh, Lari terburu, terkejar; yang terbunuh bertumpuk timbun.
5.
Ada pendeta Siwa dan Buda yang turut menombak, mengejar, Disengau harimau, lari diburu binatang mengancam, Lupa akan segala darma, lupa akan tata sila, Turut melakukan kejahatan, melupakan darmanya.
Pupuh LIV
1.
Tersebut Baginda telah mengendarai kereta kencana, Tinggi lagi indah ditarik lembu yang tidak takut bahaya, Menuju hutan belantara, mengejar buruan ketakutan, Yang menjauhkan diri lari bercerai-berai meninggalkan bangkai.
2.
Celeng, kaswari, rusa dan kelinci tinggal dalam ketakutan, Baginda berkuda mengejar yang riuh lari bercerai-berai, Menteri, tanda dan pujangga di punggung kuda turut memburu, Binatang jatuh terbunuh, tertombak, terpotong, tertusuk, tertikam.
3.
Tanahnya luas lagi rata, hutannya rungkut, di bawah terang, Itulah sebabnya kijang dengan mudah dapat diburu kuda, Puaslah hati Baginda, sambil bersantap dihadap pendeta, Bercerita tentang caranya berburu, menimbulkan gelak tawa.
Pupuh LV
1.
Terlangkahi betapa narpati sambil berburu menyerap sari keindahan, Gunung dan hutan, kadang-kadang kepayahan kembali ke rumah perkemahan, Membawa wanita seperti cengkerma; di hutan bagai menggempur negara, Tahu kejahatan satwa, beliau tak berdosa terhadap darma ahimsa.
2.
Tersebut beliau bersiap akan pulang, rindu kepada keindahan pura, Tatkala subakala berangkat menuju Banyu Hanget, Banir dan Talijungan, Bermalam di Wedwawedan, siangnya menuju Kuwarahan, Celong dan Dadamar, Garuntang, Pagar Telaga, Pahanjangan, sampai di situ perjalanan beliau.
3.
Siangnya perjalanan melalui Tambak, Rabut, Wayuha terus ke Balanak, Menuju Pandakan, Banaragi, sampai Pandamayan beliau lalu bermalam, Kembali ke selatan, ke barat, menuju Jejawar di kaki gunung berapi, Disambut penonton bersorak gembira, menyekar sebentar di candi Makam.
Pupuh LVI
1.
Adanya candi makam tersebut sudah sejak zaman dahulu, Didirikan oleh Sri Kertanagara, moyang Baginda raja, Di situ hanya jenazah beliau sahaja yang dimakamkan, Kar’na beliau dulu memeluk dua agama Siwa-Buda.
2.
Bentuk candi berkaki Siwa, berpuncak Buda, sangat tinggi, Di dalamnya terdapat arca Siwa, indah tak dapat dinilai, Dan arca Maha Aksobya bermahkota tinggi tidak bertara, Namun telah hilang; memang sudah layak, tempatnya: di Nirwana.
Pupuh LVII
1.
Konon kabarnya tepat ketika arca Hyang Aksobya hilang, Ada pada Baginda guru besar, mashur, Pada Paduka, Putus tapa, sopan suci penganut pendeta Sakyamuni, Telah terbukti bagai mahapendeta, terpundi sasantri.
2.
Senang berziarah ke tempat suci, bermalam dalam candi, Hormat mendekati Hyang arca suci, khidmat berbakti sembah, Menimbulkan iri di dalam hati pengawas candi suci, Ditanya, mengapa berbakti kepada arca dewa Siwa.
3.
Pada Paduka menjelaskan sejarah candi makam suci, Tentang adanya arca Aksobya indah, dahulu di atas, Sepulangnya kembali lagi ke candi menyampaikan bakti, Kecewa! Tercengang memandang arca Maha Aksobya hilang.
4.
Tahun Saka api memanah hari (1253) itu hilangnya arca, Waktu hilangnya halilintar menyambar candi ke dalam, Benarlah kabaran pendeta besar bebas dari prasangka, Bagaimana membangun kembali candi tua terbengkalai?.
5.
Tiada ternilai indahnya, sungguh seperti surga turun, Gapura luar, mekala serta bangunannya serba permai, Hiasan di dalamnya naga puspa yang sedang berbunga, Di sisinya lukisan puteri istana berseri-seri.
6.
Sementara Baginda girang cengkerma menyerap pemandangan, Pakis berserak sebar di tengah tebat bagai bulu dada, Ke timur arahnya di bawah terik matahari Baginda, Meninggalkan candi Pekalongan girang ikut jurang curam.
Pupuh LVIII
1.
Tersebut dari Jajawa Baginda b’rangkat ke desa Padameyan, Berhenti di Cunggrang, mencahari pemandangan, masuk hutan rindang, Ke arah asrama para pertapa di lereng kaki gunung menghadap jurang, Luang jurang ternganga-nganga ingin menelan orang yang memandang.
2.
Habis menyerap pemandangan, masih pagi kereta telah siap, Ke barat arahnya menuju gunung melalui jalannya dahulu, Tiba di penginapan Japan, barisan tentara datang menjemput, Yang tinggal di pura iri kepada yang gembira pergi menghadap.
3.
Pukul tiga itulah waktu Baginda bersantap bersama-sama, Paling muka duduk Baginda, lalu dua paman berturut tingkat, Raja Matahun dan Paguhan bersama permaisuri agak jauhan, Di sisi Sri Baginda; terlangkahi berapa lamanya bersantap.
Pupuh LIX
1.
Paginya pasukan kereta Baginda berangkat lagi, Sang pujangga menyidat jalan ke Rabut, Tugu, Pengiring, Singgah di Pahyangan, menemui kelompok sanak kadang, Dijamu sekadarnya karena kunjungannya mendadak.
2.
Banasara dan Sangkan Adoh telah lama dilalui, Pukul dua Baginda t’lah sampai di perbatasan kota, Sepanjang jalan berdesuk-desuk, gajah, kuda, pedati, Kerbau, banteng dan prajurit darat sibuk berebut jalan.
3.
Teratur rapi mereka berarak di dalam deretan, Narpati Pajang, permaisuri dan pengiring paling muka, Di belakangnya, tidak jauh, berikut Narpati Lasem, Terlampau indah keretanya, menyilaukan yang memandang.
4.
Rani Daha, rani Wengker semuanyan urut belakang, Disusul rani Jiwana bersama laki dan pengiring, Bagai penutup kereta Baginda serombongan besar, Diiringi beberapa ribu perwira dan para ment’ri.
5.
Tersebut orang yang rapat rampak menambak tepi jalan, Berjejal ribut menanti kereta Baginda berlintas, Tergopoh-gopoh perempuan ke pintu berebut tempat, Malahan ada yang lari telanjang lepas sabuk kainnya.
6.
Yang jauh tempatnya, memanjat ke kayu berebut tinggi, Duduk berdesak-desak di dahan, tak pandang tua muda, Bahkan ada juga yang memanjat batang kelapa kuning, Lupa malu dilihat orang, karena tepekur memandang.
7.
Gemuruh dengung gong menampung Sri Baginda raja datang, Terdiam duduk merunduk segenap orang di jalanan, Setelah raja lalu, berarak pengiring di belakang, Gajah, kuda, keledai, kerbau berduyun beruntun-runtun.
Pupuh LX
1.
Yang berjalan rampak berarak-arak, Barisan pikulan bejalan belakang, Lada, kesumba, kapas, buah kelapa, Buah pinang, asam dan wijen terpikul.
2.
Di belakangnya pemikul barang berat, Sengkeyegan lambat berbimbingan tangan, Kanan menuntun kirik dan kiri genjik, Dengan ayam itik di k’ranjang merunduk.
3.
Jenis barang terkumpul dalam pikulan, Buah kecubung, rebung, s’ludang, cempaluk, Nyiru, kerucut, tempayan, dulang, periuk, Gelaknya seperti hujan panah jatuh.
4.
Tersebut Baginda telah masuk pura, Semua bubar masuk ke rumah masing-masing,
Ramai bercerita tentang hal yang lalu, Membuat gembira semua sanak kadang.
Pupuh LXI
1.
Waktu lalu; Baginda tak lama di istana, Tahun Saka dua gajah bulan (1282) Badra pada, Beliau berangkat menuju Tirib dan Sempur, Nampak sangat banyak binatang di dalam hutan.
2.
Tahun Saka tiga badan dan bulan (1283) Waisaka, Baginda raja berangkat menyekar ke Palah, Dan mengunjungi Jimbe untuk menghibur hati, Di Lawang Wentar, Blitar menenteramkan cita.
3.
Dari Blitar ke selatan jalannya mendaki, Pohonnya jarang, layu lesu kekurangan air, Sampai Lodaya bermalam beberapa hari, Tertarik keindahan lautan, menyisir pantai.
4.
Meninggalkan Lodaya menuju desa Simping, Ingin memperbaiki candi makam leluhur,
Menaranya rusak, dilihat miring ke barat, Perlu ditegakkan kembali agak ke timur.
Pupuh LXII
1.
Perbaikan disesuaikan dengan bunyi prasati, yang dibaca lagi, Diukur panjang lebarnya; di sebelah timur sudah ada tugu, Asrama Gurung-gurung diambil sebagai denah candi makam, Untuk gantinya diberikan Ginting, Wisnurare di Bajradara.
2.
Waktu pulang mengambil jalan Jukung, Jnyanabadran terus ke timur, Berhenti di Bajralaksmi dan bermalan di candi Surabawana, Paginya berangkat lagi, berhenti di Bekel, sore sampai pura, Semua pengiring bersowang-sowang pulang ke rumah masing-masing.
Pupuh LXIII
1.
Tersebut paginya Sri naranata dihadap para ment’ri semua, Di muka para arya, lalu pepatih, duduk teratur di manguntur, Patih amangkubumi Gajah Mada tampil ke muka sambil berkata: “Baginda akan melakukan kewajiban yang tak boleh diabaikan.
2.
Atas perintah sang rani Sri Tribuwana Wijayatunggadewi, Supaya pesta serada Sri Rajapatni dilangsungkan Sri Baginda, Di istana pada tahun Saka bersirah empat (1284) bulan Badrapada, Semua pembesar dan Wreda menteri diharap memberi sumbangan”.
3.
Begitu kata sang patih dengan ramah, membuat gembira Baginda, Sorenya datang para pendeta, para budiman, sarjana dan ment’ri, Yang dapat pinjaman tanah dengan Ranadiraja sebagai kepala, Bersama-sama membicarakan biaya di hadapan Sri Baginda.
4.
Tersebut sebelum bulan Badrapada menjelang surutnya Srawana, Semua pelukis berlipat giat menghias “tempat singa” di setinggil, Ada yang mengetam baki makanan, bokor-bokoran, membuat arca, Pandai emas dan perak turut sibuk bekerja membuat persiapan,
Pupuh LXIV
1.
Ketika saatnya tiba, tempat telah teratur sangat rapi, Balai Witana terhias indah, di hadapan rumah-rumahan, Satu di antaranya berkaki batu karang, bertiang merah, Indah dipandang, semua menghadap ke arah takhta Baginda.
2.
Barat, mandapa dihias janur rumbai, tempat duduk para raja, Utara, serambi dihias berlapis ke timur, tempat duduk, Para isteri, pembesar, menteri, pujangga serta pendeta, Selatan, beberapa serambi berhias bergas untuk abdi.
3.
Demikian persiapan Sri Baginda memuja Buda Sakti, Semua pendeta Buda berdiri dalam lingkaran bagai saksi, Melakukan upacara, dipimpin oleh pendeta Stapaka, Tenang, sopan, budiman faham tentang sastra tiga tantra.
4.
Umurnya melintasi seribu bulan, masih belajar tutur, Tubuhnya sudah rapuh, selama upacara harus dibantu, Empu dari Paruh selaku pembantu berjalan di lingkaran, Mudra, mantra, dan japa dilakukan tepat menurut aturan.
5.
Tanggal dua belas nyawa dipanggil dari surga dengan doa, Disuruh kembali atas doa dan upacara yang sempurna, Malamnya memuja arca bunga bagai penampung jiwa mulia, Dipimpin Dang Acarya, mengheningkan cipta, mengucap puja.
Pupuh LXV
1.
Pagi purnamakala arca bunga dikeluarkan untuk upacara, Gemuruh disambut dengan dengung salung, tambur, terompet serta genderang, Didudukkan di atas singasana, besarnya setinggi orang berdiri, Berderet beruntun-runtun semua pendeta tua muda memuja.
2.
Berikut para raja, parameswari dan putera mendekati arca, Lalu para patih dipimpin Gajah Mada maju ke muka berdatang sembah, Para bupati pesisir dan pembesar daerah dari empat penjuru, Habis berbakti sembah, kembali mereka semua duduk rapi teratur.
3.
Sri Nata Paguhan paling dahulu menghaturkan sajian makanan sedap, Bersusun timbun seperti pohon, dan sirih bertutup kain sutera, Persembahan raja Matahun arca banteng putih seperti lembu Nandini, Terus-menerus memuntahkan harta dan makanan dari nganga mulutnya.
4.
Raja Wengker mempersembahkan sajian berupa rumah dengan taman bertingkat, Disertai penyebaran harta di lantai balai besar berhambur-hamburan, Elok persembahan raja Tumapel berupa perempuan cantik manis, Dipertunjukkan selama upacara untuk mengharu-rindukan hati.
5.
Paling haibat persembahan Sri Baginda berupa gunung besar Mandara, Digerakkan oleh sejumlah dewa dan danawa dahsyat menggusarkan pandang, Ikan lambora besar berlembak-lembak mengebaki kolam bujur lebar, Bagaikan sedang mabuk diayun gelombang, ditengah tengah lautan besar.
6.
Tiap hari persajian makanan yang dipersembahkan dibagi-bagi, Agar para wanita, menteri, pendeta dapat makanan sekenyangnya, Tidak terlangkahi para kesatria, arya dan para abdi di pura, Tak putusnya makanan sedap nyaman diedarkan kepada bala tentara.
Pupuh LXVI
1.
Pada hari keenam pagi Sri Baginda bersiap mempersembahkan persajian, Pun para kesatria dan pembesar mempersembahkan rumah-rumahan yang terpikul, Dua orang pembesar mempersembahkan perahu yang melukiskan kutipan kidung, Seperahu sungguh besarnya, diiringi gong dan bubar mengguntur menggembirakan.
2.
Esoknya patih mangkubumi Gajah Mada sore-sore menghadap sambil menghaturkan, Sajian perempuan sedih merintih di bawah nagasari dibelit rajasa, Menteri, arya, bupati, pembesar desa pun turut menghaturkan persajian, Berbagai ragamnya, berduyun-duyun, ada yang berupa perahu, gunung, rumah, ikan….
3.
Sungguh- sungguh mengagumkan persembahan Baginda raja pada hari yang ketujuh, Beliau menabur harta, membagi-bagi bahan pakaian dan hidangan makanan, Luas merata kepada empat kasta, dan terutama kepada para pendeta, Hidangan jamuan kepada pembesar, abdi dan niaga mengalir bagai air.
4.
Gemeruduk dan gemuruh para penonton dari segenap arah, berdesak-desak, Ribut berebut tempat melihat peristiwa di balai agung serta para luhur, Sri Nata menari di balai witana khusus untuk para puteri dan para istri, Yang duduk rapat rapi berimpit, ada yang ngelamun karena tercengang memandang.
5.
Segala macam kesenangan yang menggembirakan hati rakyat diselenggarakan, Nyanyian, wayang, topeng silih berganti setiap hari dengan paduan suara, Tari perang prajurit, yang dahsyat berpukul-pukulan, menimbulkan gelak-mengakak, Terutama derma kepada orang yang menderita membangkitkan gembira rakyat.
Pupuh LXVII
1.
Pesta serada yang diselenggarakan serba meriah dan khidmat, Pasti membuat gembira jiwa Sri Rajapatni yang sudah mangkat, Semoga beliau melimpahkan berkat kepada Baginda raja, Sehingga jaya terhadap musuh selama ada bulan dan surya.
2.
Paginya pendeta Buda datang menghormati, memuja dengan sloka, Arwah Prajnyaparamita yang sudah berpulang ke Budaloka, Segera arca bunga diturunkan kembali dengan upacara, Segala macam makanan dibagikan kepada segenap abdi.
3.
Lodang lega rasa Baginda melihat perayaan langsung lancar, Karya yang masih menunggu, menyempurnakan candi di Kamal Pandak, Tanahnya telah disucikan tahun dahana tujuh surya (1274), Dengan persajian dan puja kepada Brahma oleh Jnyanawidi.
Pupuh LXVIII
1.
Demikian sejarah Kamal menurut tutur yang dipercaya, Dan Sri Nata Panjalu di Daha, waktu bumi Jawa dibelah, Karena cinta raja Erlangga kepada dua puteranya.
2.
Ada pendeta Budamajana putus dalam tantra dan yoga, Diam di tengah kuburan Lemah Citra, jadi pelindung rakyat, Waktu ke Bali berjalan kaki, tenang menapak di air lautan, Hyang Mpu Barada nama beliau, faham tentang tiga zaman.
3.
Girang beliau menyambut permintaan Erlangga membelah negara, Tapal batas negara ditandai air kendi, mancur dari langit, Dari barat ke timur sampai laut; sebelah utara, selatan, Yang tidak jauh, bagaikan dipisahkan oleh samudera besar.
4.
Turun dari angkasa sang pendeta berhenti di pohon asam, Selesai tugas kendi suci ditaruhkan di dusun Palungan, Marah terhambat pohon asam tinggi yang puncaknya mengait jubah, Mpu Barada terbang lagi, mengutuk asam agar jadi kerdil.
5.
Itulah tugu batas gaib, yang tidak akan mereka lalui, Itu pula sebabnya dibangun candi, memadu Jawa lagi, Semoga Baginda serta rakyat tetap tegak, teguh, waspada, Berjaya dalam memimpin negara, yang sudah bersatu padu.
Pupuh LXIX
1.
Prajnyaparamitapuri itulah nama candi makam yang dibangun, Arca Sri Rajapatni diberkahi oleh Sang pendeta Jnyanawidi, Telah lanjut usia, faham akan tantra, menghimpun ilmu agama, Laksana titisan Empu Barada, menggembirakan hati Baginda
2.
Di Bayalangu akan dibangun pula candi makam Sri Rajapatni, Pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkahi tanahnya, Rencananya telah disetujui oleh sang menteri demung Boja, Wisesapura namanya, jika candi sudah sempurna dibangun.
3.
Candi makam Sri Rajapatni tersohor sebagai tempat keramat, Tiap bulan Badrapada disekar oleh para menteri dan pendeta, Di tiap daerah rakyat serentak membuat peringatan dan memuja, Itulah suarganya, berkat berputera, bercucu narendra utama.
Pupuh LXX
1.
Tersebut pada tahun Saka angin delapan utama (1285), Baginda menuju Simping demi pemindahan candi makam, Siap lengkap segala persajian tepat menurut adat, Pengawasnya Rajaparakrama memimpin upacara.
2.
aham tentang tatwopadesa dan kepercayaan Siwa, Memangku jabatannya semenjak mangkat Kertarajasa, Ketika menegakkan menara dan mekala gapura, Bangsawan agung Arya Krung, yang diserahi menjaganya.
3.
Sekembalinya dari Simping, segera masuk ke pura, Terpaku mendengar Adimenteri Gajah Mada gering, Pernah mencurahkan tenaga untuk keluhuran Jawa, Di pulau Bali serta kota Sadeng memusnahkan musuh.
Pupuh LXXI
1.
Tahun Saka tiga angin utama (1253) beliau mulai memikul tanggung jawab, Tahun rasa (1286) beliau mangkat; Baginda gundah, terharu, bahkan putus asa, Sang dibyacita Gajah Mada cinta kepada sesama tanpa pandang bulu, Insaf bahwa hidup ini tidak baka, karenanya beramal tiap hari.
2.
Baginda segera bermusyawarah dengan kedua rama serta ibunda, Kedua adik dan kedua ipar tentang calon pengganti Ki patih Mada, Yang layak akan diangkat hanya calon yang sungguh mengenal tabiat rakyat, Lama timbang-menimbang, tetapi seribu sayang tidak ada yang memuaskan.
3.
Baginda berpegang teguh, Adimenteri Gajah Mada tak akan diganti, Bila karenanya timbul keberatan, beliau sendiri bertanggung jawab, Memilih enam menteri yang menyampaikan urusan negara ke istana, Mengetahui segala perkara, sanggup tunduk kepada pimpinan Baginda.
Pupuh LXXII
1.
Itulah putusan rapat tertutup, Hasilnya yang diperoleh perundingan, Terpilih sebagai wredamenteri, Karib Baginda bernama Mpu Tandi.
2.
Penganut karib Sri Baginda Nata, Pahlawan perang bernama Mpu Nala, Mengetahui budi pekerti rakyat, Mancanegara bergelar tumenggung.
3.
Keturunan orang cerdik dan setia, Selalu memangku pangkat pahlawan, Pernah menundukkan negara Dompo, Serba ulet menaggulangi musuh.
4.
Jumlahnya bertambah dua menteri, Bagai pembantu utama Baginda, Bertugas mengurus soal perdata, Dibantu oleh para upapati.
5.
Mpu Dami menjadi menteri muda, Selalu ditaati di istana, Mpu Singa diangkat sebagai saksi, Dalam segala perintah Baginda.
6.
Demikian titah Sri Baginda Nata, Puas, taat teguh segenap rakyat, Tumbuh tambah hari setya baktinya, Karena Baginda yang memerintah.
Pupuh LXXIII
1.
Baginda makin keras berusaha untuk dapat bertindak lebih bijak, Dalam pengadilan tidak serampangan, tapi tepat mengikut undang-undang, Adil segala keputusan yang diambil, semua pihak merasa puas, Mashur nama beliau, mampu menembus zaman, sungguhlah titisan batara.
2.
Candi makam serta bangunan para leluhur sejak zaman dahulu kala, Yang belum siap diselesaikan, dijaga dan dibina dengan saksama, Yang belum punya prasasti, disuruh buatkan piagam pada ahli sastra, Agar kelak jangan sampai timbul perselisihan, jikalau sudah temurun.
3.
Jumlah candi makam raja seperti berikut, mulai dengan Kagenengan, Disebut pertama karena tertua: Tumapel, Kidal, Jajagu,Wedwawedan, Di Tuban, Pikatan, Bakul, Jawa-jawa, Antang Trawulan, Kalang Brat dan Jago, Lalu Balitar, Sila Petak, Ahrit, Waleri, Bebeg, Kukap, Lumbang dan Puger.
Pupuh LXXIV
1.
Makam rani : Kamal Pandak, Segala, Simping, Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir, Bangunan baru Prajnyaparamitapuri, Di Bayalangu yang baru saja dibangun.
2.
Itulah dua puluh tujuh candi raja, Pada Saka tujuh guru candra (1287) bulan Badra, Dijaga petugas atas perintah raja, Diawasi oleh pendeta ahli sastra.
Pupuh LXXV
1.
Pembesar yang bertugas mengawasi seluruhnya sang Wiradikara, Orang utama, yang saksama dan tawakal membina semua candi, Setia kepada Baginda, hanya memikirkan kepentingan bersama, Segan mengambil keuntungan berapa pun penghasilan candi makam.
2.
Desa-desa perdikan ditempatkan di bawah perlindungan Baginda, Darmadyaksa kasewan bertugas membina tempat ziarah dan pemujaan, Darmadyaksa kasogatan disuruh menjaga biara kebudaan, Menteri her-haji bertugas memelihara semua pertapaan.
Pupuh LXXVI
1.
Desa perdikan Siwa yang bebas dari pajak: biara relung Kunci, Kapulungan, Roma, Wwatan, Iswaragreha, Palabdi, Tanjung, Kutalamba, begitu pula Taruna, Parhyangan, Kuti Jati, Candi Lima, Nilakusuma, Harimandana, Uttamasuka, Prasada-haji, Sadang, Panggumpulan, Katisanggraha, begitu pula Jayasika.
2.
Tak ketinggalan: Spatika, Yang Jayamanalu, Haribawana, Candi Pangkal, Pigit, Nyudonta, Katuda, Srangan, Kapukuran, Dayamuka, Kalinandana, Kanigara, Rambut, Wuluhan, Kinawung, Sukawijaya, dan lagi Kajaha, demikian pula, Campen, Ratimanatasrama, Kula, Kaling, ditambah sebuah lagi Batu Putih,
3.
Desa perdikan kasogatan yang bebas dari pajak: Wipulahara, Kutahaji, Janatraya, Rajadanya, Kuwanata, Surayasa, Jarak, Lagundi, serta Wadari, Wewe Pacekan, Pasaruan, Lemah Surat, Pamanikan, Srangan serta Pangiketan, Panghawan, Damalang, Tepasjita, Wanasrama, Jenar, Samudrawela dan Pamulang.
4.
Baryang, Amretawardani, Wetiwetih, Kawinayan, Patemon, serta Kanuruhan, Engtal, Wengker, Banyu Jiken, Batabata, Pagagan, Sibok dan Padurungan, Pindatuha, Telang, Suraba, itulah yang terpenting, sebuah lagi Sukalila, Tak disebut perdikan tambahan seperti Pogara, Kulur, Tangkil dan sebagainya.
Pupuh LXXVII
1.
Selanjutnya disebut berturut desa kebudaan Bajradara: Isanabajra, Naditata, Mukuh, Sambang, Tanjung, Amretasaba, Bangbang, Bodimula, Waharu Tampak, serta Puruhan dan Tadara, Tidak juga terlangkahi Kumuda, Ratna serta Nadinagara,
2.
Wungajaya, Palandi, Tangkil, Asahing, Samici serta Acitahen, Nairanjana, Wijayawaktra, Mageneng, Pojahan dan Balamasin, Krat, Lemah Tulis, Ratnapangkaya, Panumbangan, serta Kahuripan, Ketaki, Telaga Jambala, Jungul ditambah lagi Wisnuwala.
3.
Badur, Wirun, Wungkilur, Mananggung, Watukura serta Bajrasana, Pajambayan, Salanten, Simapura, Tambak Laleyan, Pilanggu, Pohaji, Wangkali, Biru, Lembah, Dalinan, Pangadwan yang terakhir, Itulah desa kebudaan Bajradara yang sudah berprasasti.
Pupuh LXXVIII
1.
Desa keresian seperti berikut: Sampud, Rupit dan Pilan, Pucangan, Jagadita, Pawitra, masih sebuah lagi Butun, Di situ terbentang taman, didirikan lingga dan saluran air, Yang Mulia Mahaguru—demikian sebutan beliau.
2.
Yang diserahi tugas menjaga sejak dulu menurut piagam, Selanjutnya desa perdikan tanpa candi, di antaranya yang penting: Bangawan, Tunggal, Sidayatra, Jaya Sidahajeng, Lwah Kali dan Twas, Wasista, Palah, Padar, Siringan, itulah desa perdikan Siwa.
3.
Wangjang, Bajrapura, Wanara, Makiduk, Hanten, Guha dan Jiwa, Jumpud, Soba, Pamuntaran, dan Baru, perdikan Buda utama, Kajar, Dana Hanyar, Turas, Jalagiri, Centing, Wekas, Wandira, Wandayan, Gatawang, Kulampayan dan Talu, pertapaan resi.
4.
Desa perdikan Wisnu berserak di Batwan serta Kamangsian, Batu, Tanggulian, Dakulut, Galuh, Makalaran, itu yang penting, Sedang, Medang, Hulun Hyan, Parung, Langge, Pasajan, Kelut, Andelmat, Paradah, Geneng, Panggawan, sudah sejak lama bebas pajak.
5.
Terlewati segala dukuh yang terpencar di seluruh Jawa, Begitu pula asrama tetap yang bercandi serta yang tidak, Yang bercandi menerima bantuan tetap dari Baginda raja, Begitu juga dukuh pengawas, tempat belajar upacara.
Pupuh LXXIX
1.
Telah diteliti sejarah berdirinya segala desa di Jawa, Perdikan, candi, tanah pusaka, daerah dewa, biara dan dukuh, Yang berpiagam dipertahankan; yang tidak segera diperintahkan, Pulang kepada dewan desa di hadapan Sang Arya Ranadiraja.
2.
Segenap desa sudah diteliti menurut perintah Raja Wengker, Raja Singasari bertitah mendaftar jiwa serta seluk-salurannya, Petugas giat menepati perintah, berpegang kepada aturan, Segenap penduduk Jawa patuh mengindahkan perintah Baginda raja.
3.
Semua tata aturan patuh diturut oleh pulau Bali, Candi, asrama, pesanggrahan telah diteliti sejarah tegaknya, Pembesar kebudaan Badahulu, Badaha Lo Gajah ditugaskan, Membina segenap candi, bekerja rajin dan mencatat semuanya.
Pupuh LXXX
1.
Perdikan kebudayaan Bali sebagai berikut; biara Baharu (hanyar), Kadikaranan, Purwanagara, Wiharabahu, Adiraja, Kuturan, Itulah enam kebudayaan Bajradara, biara kependetaan, Terlangkahi biara dengan bantuan negara seperti Arya-dadi.
2.
Berikut candi makam di Bukit Sulang, Lemah Lampung, dan Anyawasuda, Tatagatapura, Grehastadara, sangat mashur, dibangun atas piagam, Pada tahun Saka angkasa rasa surya (1260) oleh Sri Baginda Jiwana, Yang memberkahi tanahnya, membangun candinya: upasaka wreda mentri.
3.
Semua perdikan dengan bukti prasasti dibiarkan tetap berdiri, Terjaga dan terlindungi segala bagunan setiap orang budiman, Begitulah tabiat raja utama, berjaya, berkuasa, perkasa, Semoga kelak para raja sudi membina semua bangunan suci.
4.
Maksudnya agar musnah semua durjana dari muka bumi laladan, Itulah tujuan melintas, menelusur dusun-dusun sampai ke tepi laut, Menenteramkan hati pertapa yang rela tinggal di pantai, gunung dan hutan, Lega bertapa brata dan bersamadi demi kesejahteraan negara.
Pupuh LXXXI
1.
Besarlah minat Baginda untuk tegaknya tripaksa, Tentang piagam beliau bersikap agar tetap diindahkan, Begitu pula tentang pengeluaran undang-undang, supaya, Laku utama, tata sila dan adat-tutur diperhatikan.
2.
Itulah sebabnya sang caturdwija mengejar laku utama, Resi, Wipra, pendeta Siwa Buda teguh mengindahkan tutur, Catur asrama terutama catur basma tunduk rungkup tekun, Melakukan tapa brata, rajin mempelajari upacara.
3.
Semua anggota empat kasta teguh mengindahkan ajaran, Para menteri dan arya pandai membina urusan negara, Para puteri dan satria berlaku sopan, berhati teguh, Waisya dan sudra dengan gembira menepati tugas darmanya.
4.
Empat kasta yang lahir sesuai keinginan Hyang Maha Tinggi, Konon tunduk rungkup kepada kuasa dan perintah Baginda, Teguh tingkah tabiatnya, juga ketiga golongan terbawah, Candala, Mleca dan Tuca mencoba mencabut cacad-cacadnya.
Pupuh LXXXII
1.
Begitulah tanah Jawa pada zaman pemerintahan Sri Nata, Penegakan bangunan-bangunan suci membuat gembira rakyat, Baginda menjadi teladan di dalam menjalankan enam darma, Para ibu kagum memandang, setuju dengan tingkah laku sang prabu.
2.
Sri Nata Singasari membuka ladang luas di daerah Sagala, Sri Nata Wengker membuka hutan Surabana, Pasuruan, Pajang, Mendirikan perdikan Buda di Rawi, Locanapura, Kapulungan, Baginda sendiri membuka ladang Watsari di Tigawangi.
3.
Semua menteri mengenyam tanah pelenggahan yang cukup luas, Candi, biara dan lingga utama dibangun tak ada putusnya, Sebagai tanda bakti kepada dewa, leluhur, para pendeta, Memang benar budi luhur tertabur mengikuti jejak Sri Nata.
Pupuh LXXXIII
1.
Begitulah keluhuran Sri Baginda ekananta di Wilwatika, Terpuji bagaikan bulan di musim gugur, terlalu indah terpandang, Durjana laksana tunjung merah, sujana seperti teratai putih, Abdi, harta, kereta, gajah, kuda berlimpah-limpah bagai samudera.
2.
Bertambah mashur keluhuran pulau Jawa di seluruh jagad raya, Hanya Jambudwipa dan pulau Jawa yang disebut negara utama, Banyak pujangga dan dyaksa serta para upapati, tujuh jumlahnya, Panji Jiwalekan dan Tengara yang menonjol bijak di dalam kerja.
3.
Mashurlah nama pendeta Brahmaraja bagai pujangga, ahli tutur, Putus dalam tarka, sempurna dalam seni kata serta ilmu naya, Hyang brahmana, sopan, suci, ahli weda, menjalankan nam laku utama, Batara Wisnu dengan cipta dan mentera membuat sejahtera negara.
4.
Itulah sebabnya berduyun-duyun tamu asing datang berkunjung, Dari Jambudwipa, Kamboja, Cina, Yamana, Campa dan Karnataka, Goda serta Siam mengarungi lautan bersama para pedagang, Resi dan pendeta, semua merasa puas, menetap dengan senang.
5.
Tiap bulan Palguna Sri Nata dihormat di seluruh negara, Berdesak-desak para pembesar, empat penjuru, para prabot desa, Hakim dan pembantunya, bahkan pun dari Bali mengaturkan upeti, Pekan penuh sesak pembeli penjual, barang terhampar di dasaran.
6.
Berputar keliling gamelan dalam tanduan diarak rakyat ramai, Tiap bertabuh tujuh kali, pembawa sajian menghadap ke pura, Korban api, ucapan mantra dilakukan para pendeta Siwa-Buda, Mulai tanggal delapan bulan petang demi keselamatan Baginda.
Pupuh LXXXIV
1.
Tersebut pada tanggal patbelas bulan petang Baginda berkirap, Selama kirap keliling kota busana Baginda serba kencana, Ditata jempana kencana, panjang berarak beranut runtun, Menteri, sarjana, pendeta beriring dalam pakaian seragam.
2.
Mengguntur gaung gong dan salung, disambut terompet meriah sahut-menyahut, Bergerak barisan pujangga menampung beliau dengan puja sloka, Gubahan kawi raja dari pelbagai kota dari seluruh Jawa, Tanda bukti Baginda perwira bagai Rama, mulia bagai Sri Kresna.
3.
Telah naik Baginda di takhta mutu-manikam, bergebar pancar sinar, Seolah-olah Hyang Trimurti datang mengucapkan puji astuti, Yang nampak, semua serba mulia, sebab Baginda memang raja agung, Serupa jelmaan Sang Sudodanaputera dari Jina bawana.
4.
Sri nata Pajang dengan sang permaisuri berjalan paling muka, Lepas dari singgasana yang diarak pengiring terlalu banyak, Menteri Pajang dan Paguhan serta pengiring jadi satu kelompok, Ribuan jumlahnya, berpakaian seragam membawa panji dan tunggul.
5.
Raja Lasem dengan permaisuri serta pengiring di belakangnya, Lalu raja Kediri dengan permaisuri serta menteri dan tentara, Berikut maharani Jiwana dengan suami dan para pengiring, Sebagai penutup Baginda dan para pembesar seluruh Jawa.
6.
Penuh berdesak sesak para penonton ribut berebut tempat, Di tepi jalan kereta dan pedati berjajar rapat memanjang, Tiap rumah mengibarkan bendera, dan panggung membujur sangat panjang, Penuh sesak perempuan tua muda, berjejal berimpit-impitan.
7.
Rindu sendu hatinya seperti baru pertama kali menonton, Terlangkahi peristiwa pagi, waktu Baginda mendaki setinggil, Pendeta menghaturkan kendi berisi air suci di dulang berukir, Menteri serta pembesar tampil ke muka menyembah bersama-sama.
Pupuh LXXXV
1.
Tanggal satu bulan Caitra bala tentara berkumpul bertemu muka, Menteri, perwira, para arya dan pembantu raja semua hadir, Kepala daerah, ketua desa, para tamu dari luar kota, Begitu pula para kesatria, pendeta dan brahmana utama.
2.
Maksud pertemuan agar para warga mengelakkan watak jahat, Tetapi menganut ajaran Rajakapakapa, dibaca tiap Caitra, Menghindari tabiat jahat, seperti suka mengambil milik orang, Memiliki harta benda dewa, demi keselamatan masyarakat.
Pupuh LXXXVI
1.
Dua hari kemudian berlangsung perayaan besar, Di utara kota terbentang lapangan bernama Bubat, Sering dikunjungi Baginda, naik tandu bersudut singa, Diarak abdi berjalan, membuat kagum tiap orang.
2.
Bubat adalah lapangan luas lebar dan rata, Membentang ke timur setengah krosa sampai jalan raya, Dan setengah krosa ke utara bertemu tebing sungai, Dikelilingi bangunan menteri di dalam kelompok.
3.
Menjulang sangat tinggi bangunan besar di tengah padang, Tiangnya penuh berukir dengan isi dongengan parwa, Dekat di sebelah baratnya bangunan serupa istana, Tempat menampung Baginda di panggung pada bulan Caitra.
Pupuh LXXXVII
1.
Panggung berjajar membujur ke utara menghadap barat, Bagian utara dan selatan untuk raja dan arya, Para menteri dan dyaksa duduk teratur menghadap timur, Dengan pemandangan bebas luas sepanjang jalan raya.
2.
Di situlah Baginda memberi rakyat santapan mata, Pertunjukan perang tanding, perang pukul, desuk-mendesuk, Perang keris, adu tinju, tarik tambang, menggembirakan, Sampai tiga empat hari lamanya baharu selesai.
3.
Seberangkat Baginda, sepi lagi, panggungnya dibongkar, Segala perlombaan bubar: rakyat pulang bergembira, Pada Caitra bulan petang Baginda menjamu para pemenang, Yang pulang menggondol pelbagai hadiah bukan pakaian.
Pupuh LXXXVIII
1.
Segenap ketua desa dan wadana tetap tinggal, paginya mereka, Dipimpin Arya Ranadikara menghadap Baginda minta diri di pura, Bersama Arya Mahadikara, kepala pancatanda dan padelegan, Sri Baginda duduk di atas takhta, dihadap para abdi dan pembesar.
2.
Berkatalah Sri nata Wengker di hadapan para pembesar dan wadana: “Wahai, tunjukkan cinta serta setya baktimu kepada Baginda raja, Cintailah rakyat bawahanmu dan berusahalah memajukan dusunmu, Jembatan, jalan raya, beringin, bangunan dan candi supaya dibina.
3.
Terutama dataran tinggi dan sawah, agar tetap subur, peliharalah, Perhatikan tanah rakyat, jangan sampai jatuh di tangan petani besar, Agar penduduk jangan sampai terusir dan mengungsi ke desa tetangga, Tepati segala peraturan untuk membuat desa bertambah besar”.
4.
Sri nata Kertawardhana setuju dengan anjuran memperbesar desa, “Harap dicatat nama penjahat dan pelanggaran setiap akhir bulan, Bantu pemeriksaan tempat durjana, terutama pelanggar susila, Agar bertambah kekayaan Baginda demi kesejahteraan negara”.
5.
Kemudian bersabda Baginda nata Wilwatikta memberi anjuran: “Para budiman yang berkunjung kemari, tidak boleh dihalang-halangi, Rajakarya, terutama bea-cukai, pelawang, supaya dilunasi, Jamuan kepada para tetamu budiman supaya diatur pantas”.
Pupuh LXXXIX
1.
Undang-undang sejak pemerintahan ibunda harus ditaati, Hidangan makanan sepanjang hari harus dimasak pagi-pagi, Jika ada tamu loba tamak mengambil makanan, merugikan,
Biar mengambilnya, tetapi laporkan namanya kepada saya.
2.
Negara dan desa berhubungan rapat seperti singa dan hutan, Jika desa rusak, negara akan kekurangan bahan makanan, Kalau tidak ada tentara, negara lain mudah menyerang kita, Karenanya peliharalah keduanya, itu perintah saya!”
3.
Begitu perintah Baginda kepada wadana, yang tunduk mengangguk, Sebagai tanda mereka sanggup mengindahkan perintah beliau, Menteri, upapati serta para pembesar menghadap bersama, Tepat pukul tiga mereka berkumpul untuk bersantap bersama.
4.
Bangunan sebelah timur laut telah dihiaisi gilang cemerlang, Di tiga ruang para wadana duduk teratur menganut sudut, Santapan sedap mulai dihidangkan di atas dulang serba emas, Segera deretan depan berhadap-hadapan di muka Baginda.
5.
Santapan terdiri dari daging kambing, kerbau, burung, rusa, madu, Ikan, telur, domba, menurut adat agama dari zaman purba, Makanan pantangan: daging anjing, cacing, tikus, keledai dan katak, Jika dilanggar, mengakibatkan hinaan musuh, mati dan noda.
Pupuh XC
1.
Dihidangkan santapan untuk orang banyak, Makanan serba banyak serta serba sedap, Berbagai-bagai ikan laut dan ikan tambak, Berderap cepat datang menurut acara.
2.
Daging katak, cacing, keledai, tikus, anjing, Hanya dihidangkan kepada para penggemar, Karena asalnya dari pelbagai desa, Mereka diberi kegemaran, biar puas.
3.
Mengalir pelbagai minuman keras segar, Tuak nyiur, tal, arak kilang, brem, tuak rumbya, Itulah hidangan minuman yang utama, Wadahnya emas berbentuk aneka ragam.
4.
Porong dan guci berdiri terpencar-pencar, Berisi minuman keras dari aneka bahan, Beredar putar seperti air yang mengalir, Yang gemar, minum sampai muntah serta mabuk.
5.
Meluap jamuan Baginda dalam pesta, Hidangan mengalir menghampiri tetamu, Dengan sabar segala sikap diizinkan, Penyombong, pemabuk jadi buah gelak tawa.
6.
Merdu merayu nyanyian para biduan, Melagukan puji-pujian Sri Baginda, Makin deras peminum melepaskan nafsu, Habis lalu waktu, berhenti gelak-gurau.
Pupuh XCI
1.
Pembesar daerah angin membadut dengan para lurah, Diikuti lagu, sambil bertandak memilih pasangan, Solah tingkahnya menarik gelak, menggelikan pandangan, Itulah sebabnya mereka memperoleh hadiah kain.
2.
Disuruh menghadap Baginda, diajak minum bersama, Menteri upapati berurut minum bergilir menyanyi, Nyanyian Manghuri Kandamuhi dapat sorak pujian, Baginda berdiri, mengimbangi ikut melaras lagu.
3.
Tercengang dan terharu hadirin mendengar swara merdu, Semerbak meriah bagai gelak merak di dahan kayu, Seperti madu bercampur dengan gula terlalu sedap manis, Resap mengharu kalbu bagai desiran buluh perindu.
4.
Arya Ranadikara lupa bahwa Baginda berlagu, Bersama Arya Mahadikara mendadak berteriak, Bahwa para pembesar ingin beliau menari topeng, “Ya!” jawab beliau; segera masuk untuk persiapan.
5.
Sri Kertawardana tampil ke depan menari panjak, Bergegas lekas panggung disiapkan di tengah mandapa, Sang permaisuri berhias jamang laras menyanyiakan lagu, Luk suaranya mengharu rindu, tingkahnya memikat hati.
6.
Bubar mereka itu, ketika Sri Baginda keluar, Lagu rayuan Baginda bergetar menghanyutkan rasa, Diiringkan rayuan sang permaisuri rapi rupendah, Resap meremuk rasa merasuk tulang sungsum pendengar,
7.
Sri Baginda warnawan telah mengenakan tampuk topeng, Delapan pengiringnya di belakang, bagus, bergas pantas, Keturunan arya, bijak, cerdas, sopan tingkah lakunya, Itulah sebabnya banyolannya selalu tepat kena.
8.
Tari sembilan orang telah dimulai dengan banyolan, Gelak tawa terus-menerus, sampai perut kaku beku, Babak yang sedih meraih tangis, mengaduk haru dan rindu, Tepat mengenai sasaran, menghanyutkan hati penonton.
9.
Silam matahari waktu lingsir, perayaan berakhir, Para pembesar minta diri mencium duli paduka, Katanya: “Lenyap duka oleh suka, hilang dari bumi!”, Terlangkahi pujian Baginda waktu masuk istana.
Pupuh XCII
1.
Begitulah suka mulia Baginda raja di pura, tercapai segala cita, Terang Baginda sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat dan negara, Meskipun masih muda, dengan suka rela berlaku bagai titisan Buda, Dengan laku utama beliau memadamkan api kejahatan durjana.
2.
Terus membumbung ke angkasa kemashuran dan peperwiraan Sri Baginda, Sungguh beliau titisan Batara Girinata untuk menjaga buana, Hilang dosanya orang yang dipandang, dan musnah letanya abdi yang disapa.
3.
Itulah sebabnya keluhuran beliau mashur terpuji di tiga jagad, Semua orang tinggi, sedang, dan rendah menuturkan kata-kata pujian, Serta berdoa agar Baginda tetap subur bagai gunung tempat berlindung, Berusia panjang sebagai bulan dan matahari cemerlang menerangi bumi.
Pupuh XCIII
1.
Semua pendeta dari tanah asing menggubah pujian Baginda, Sang pendeta Budaditya menggubah rangkaian seloka Bogawali, Tempat tumpah darahnya Kancipuri di Sadwihara di Jambudwipa, Brahmana Sri Mutali Saherdaya menggubah pujian seloka indah.
2.
Begitu pula para pendeta di Jawa, pujangga, sarjana sastra, Bersama-sama merumpaka seloka puja sastra untuk nyanyian, Yang terpenting puja sastra di prasasti, gubahan upapati Sudarma, Berupa kakawin, hanya boleh diperdengarkan di dalam istana.
Pupuh XCIV
1.
Mendengar pujian para pujanggga pura bergetar mencakar udara, Prapanca bangkit turut memuji Baginda, meski tak akan sampai pura, Maksud pujiannya, agar Baginda gembira jika mendengar gubahannya, Berdoa demi kesejahteraan negara, terutama Baginda dan rakyat.
2.
Tahun Saka gunung gajah budi dan janma (1287) bulan aswina hari purnama, Siaplah kakawin pujaan tentang perjalanan jaya keliling negara, Segenap desa tersusun dalam rangkaian, pantas disebut desawarnana, Dengan maksud, agar Baginda ingat jika membaca hikmat kalimat.
3.
Sia-sia lama bertekun menggubah kakawin menyurat di atas daun lontar, Yang pertama “Tahun Saka”, yang kedua “Lambang” kemudian “Parwasagara”, Berikut yang keempat “Bismacarana”, akhirnya cerita“Sugataparwa”, Lambang dan Tahun Saka masih akan diteruskan, sebab memang belum siap.
4.
Meskipun tidak semahir para pujangga di dalam menggubah kakawin, Terdorong cinta bakti kepada Baginda, ikut membuat puja sastra, Berupa karya kakawin, sederhana tentang rangkaian sejarah desa, Apa boleh buat harus berkorban rasa, pasti akan ditertawakan.
Pupuh XCV
1.
Nasib badan dihina oleh para bangsawan, canggung tingggal di dusun, Hati gundah kurang senang, sedih, rugi tidak mendengar ujar … manis, Teman karib dan orang budiman meningggalkan tanpa belas kasihan, Apa gunanya mengenal ajaran kasih, jika tidak diamalkan?.
2.
Karena kemewahan berlimpah, tidak ada minat untuk beramal, Buta, tuli, tak nampak sinar memancar dalam kesedihan, kesepian, Seyogyanya ajaran sang Mahamuni diserapkan bagai pegangan, Mengharapkan kasih yang tak kunjung datang, akan membawa mati muda.
3.
Segera bertapa brata di lereng gunung, masuk ke dalam hutan, Membuat rumah dan tempat persajian di tempat sepi dan bertapa, Halaman rumah ditanami pohon kamala, asana, tinggi-tinggi, Memang Kamalasana nama dukuhnya sudah sejak lama dikenal.
Pupuh XCVI
1.
Pra panca itu pra lima buah, Cirinya: cakapnya lucu, Pipinya sembab, matanya ngeliyap,
Gelaknya terbahak-bahak.
2.
Terlalu kurang ajar, tidak pantas ditiru, Bodoh, tak menurut ajaran tutur, Carilah pimpinan yang baik dalam tatwa, Pantasnya ia dipukul berulang kali.
Pupuh XCVII
1.
Ingin menyamai Mpu Winada, Mengumpulkan harta benda, Akhirnya hidup sengsara, Tapi tetap tinggal tenang.
2.
Winada mengejar jasa, Tanpa ragu wang dibagi, Terus bertapa berata, Mendapat pimpinan hidup.
3.
Sungguh handal dalam yuda, Yudanya belum selesai, Ingin mencapai nirwana, Jadi pahlawan pertapa.
Pupuh XCVIII
1.
Beratlah bagi para pujangga menyamai Winada, bertekun dalam tapa, Membalas dengan cinta kasih perbuatan mereka yang senang, Menghina orang-orang yang puas dalam ketenangan dan menjauhkan diri dari segala tingkah, menjauhkan diri dari kesukaan dan kewibawaan dengan harapan akan memperoleh faedah, Segan meniru perbuatan mereka yang dicacat dan dicela di dalam pura.
Langganan:
Postingan (Atom)